Menentukan Nahkoda Perdana, Lienamenta Sejarah Pilkada Pertama Manggarai Barat (2005)
oleh: Kris Bheda Somerpes
Divisi Hukum dan Pengawasan
Dua tahun setelah resmi berdiri sebagai daerah otonom melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003, Kabupaten Manggarai Barat menghadapi ujian pertamanya yakni memilih pemimpin melalui pemilihan kepala daerah secara langsung. Momen ini bukan sekadar agenda politik rutin, melainkan tonggak sejarah dalam perjalanan demokrasi lokal Flores bagian barat.
Semacam oase di tengah padang gurun. Selama puluhan tahun, masyarakat di Labuan Bajo, Lembor, Komodo, Macang Pacar, hingga Sano Nggoang, berada dalam naungan Kabupaten Manggarai. Aspirasi pemekaran telah lama dibicarakan dalam forum adat, pertemuan tokoh agama, hingga diskusi di kalangan birokrasi, namun baru terealisasi di awal dekade 2000-an, seiring gelombang reformasi dan desentralisasi yang memberi ruang daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Pilkada 2005 pun hadir sebagai kesempatan pertama bagi warga Manggarai Barat untuk menentukan arah pemerintahan mereka sebagai sebuah hak politik yang sebelumnya hanya menjadi wacana panjang.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Barat kala itu masih sibuk membangun kelembagaan dan infrastruktur pemilu. Tantangan logistik tak bisa dianggap sepele. Wilayah Manggarai Barat bukan hanya mencakup dataran Flores bagian barat, tetapi juga gugusan pulau-pulau kecil dan perairan luas, termasuk Taman Nasional Komodo yang sudah mendunia. Distribusi kotak dan surat suara dilakukan melalui jalur darat ke Lembor dan Macang Pacar, sementara ke pulau-pulau seperti Rinca, Papagarang, dan Komodo, petugas harus menggunakan perahu motor, berpacu dengan cuaca yang kerap berubah cepat, angin barat, dan gelombang yang bisa kapan saja menghentikan perjalanan.
Meski infrastruktur terbatas, semangat demokrasi warga sangat tinggi. Dari 106.718 pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap yang terdiri atas 51.687 pemilih laki-laki dan 54.856 pemilih perempuan, tercatat 88,8% hadir di 485 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di lima kecamatan pada hari pemungutan suara yang digelar pada 27 Juni 2005.
|
Kecamatan |
Jumlah Pemilih |
Jumlah TPS |
|
Komodo |
26.126 |
102 |
|
Sano Nggoang |
13.268 |
92 |
|
Kuwus |
20.477 |
99 |
|
Macang Pacar |
14.350 |
55 |
|
Lembor |
32.497 |
137 |
|
Total |
106.718 |
485 |
Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin antusiasme warga yang melihat Pilkada pertama sebagai kesempatan menentukan masa depan daerahnya sendiri.
Tiga pasangan calon tampil di kontestasi perdana ini:
|
No. |
Pasangan Calon |
Partai Pengusung |
|
1 |
Ir. Ferdinandus Pantas, M.Si dan |
Koalisi: Golkar, PKPI, Partai Merdeka, PKPB, PPP, PPD |
|
2 |
Drs. Wilfridus Fidelis Pranda dan |
Koalisi: Partai Demokrat, PDK, PNBK, PKS, PBB, PDS, PKB |
|
3 |
Drs. Yohanes Suhandi, M.Si dan |
PDI Perjuangan |
Namun bukan tanpa masalah. Pilkada Manggarai Barat pertama ini juga diwarnai aksi demontrasi dan penolakan. Misalnya pada tahap pencalonan, Ir. Theodorus Suhardi, M.Si, salah satu bakal calon bupati melakukan protes kepada KPU Kabupaten Manggarai Barat karena dinyatakan tidak memenuhi syarat pencalonan, lantaran tidak melakukan perbaikan terhadap beberapa berkas pencalonan yang diminta oleh KPU Kabupaten Manggarai Barat untuk diperbaiki, sampai pada batas waktu yang ditentukan, yakni pada saat rapat pleno penetapan pasangan calon peserta pemilihan pada ketika itu.
Kampanye dijalankan dalam suasana yang jauh berbeda dibandingkan era digital kini. Tanpa media sosial, tanpa mesin propaganda daring, tanpa baliho raksasa di persimpangan kota, para kandidat bergerak dari desa ke desa, pulau ke pulau, melakukan tatap muka, dialog terbuka di balai desa, dan pendekatan kultural khas Manggarai. Musik tradisional, orasi politik bercampur humor, hingga ritual adat kerap mewarnai setiap pertemuan, menciptakan dinamika politik yang akrab dan membumi.
Hari pemungutan suara, Senin 27 Juni 2005, menjadi momentum sejarah. Rekapitulasi resmi KPU Kabupaten Manggarai Barat mencatat:
|
Pasangan Calon |
Perolehan |
Persentase |
|
Wilfridus Fidelis Pranda – Agustinus Ch. Dula |
50.032 |
53,75% |
|
Ferdinandus Pantas – Tobias Wanus |
26.682 |
28,67% |
|
Yohanes Suhandi – Onesimus Jaman |
16.368 |
17,58% |
Pasangan Wilfridus Fidelis Pranda dan Agustinus Ch. Dula memperoleh dukungan mayoritas yang meyakinkan, unggul jauh di atas dua pasangan lainnya di lima Kecamatan.
|
Kec. |
Pantas/ Wanus |
Pranda/ Dula |
Sehadi/ Jaman |
|
Komodo |
5.035 |
10.844 |
6.002 |
|
Sano Nggoang |
1.293 |
4.528 |
5.924 |
|
Kuwus |
9.602 |
7.278 |
1.872 |
|
Macang Pacar |
3.466 |
7.011 |
1.827 |
|
Lembor |
7.286 |
20.371 |
743 |
|
Jumlah |
26.682 |
50.032 |
16.368 |
Kemenangan ini menandai transisi dari kepemimpinan pejabat bupati yang ditunjuk pusat menuju kepemimpinan definitif hasil pilihan rakyat.
Namun, sengketa pun muncul. Dua pasangan calon yang merasa dirugikan dalam kontestasi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung yang didelegasikan kepada Pengadilan Tinggi Negeri Kupang. Namun gugatan tersebut ditolak dan menyatakan keputusan KPU Kabupaten Manggarai Barat tetap berlaku. Putusan MA RI Nomor 41 P/Kada/2005 pada akhirnya menguatkan kemenangan pasangan Drs. Wilfridus Fidelis Pranda dan Drs. Agustinus Ch. Dula sebagai Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat periode 2005–2010.
Pelantikan mereka pada akhir Agustus 2005 bukan sekadar seremoni administratif, tetapi simbol legitimasi demokrasi. Fidelis Pranda menjadi Bupati definitif pertama Kabupaten Manggarai Barat, sementara Agustinus Dula, yang kelak menjadi figur sentral politik Mabar selama satu dekade berikutnya, memulai langkahnya dari posisi Wakil Bupati pertama.
Keberhasilan Pilkada 2005 memberi keyakinan bahwa Manggarai Barat mampu mengelola demokrasi dalam konteks geografis dan sosial yang kompleks. Pilkada ini menjadi pondasi politik, menciptakan tradisi pemilu langsung yang kelak berkembang semakin kompetitif, semakin matang, dan semakin menentukan arah perjalanan kabupaten di gerbang barat Nusa Tenggara Timur.*)