PERKUAT TATA KELOLA ARSIP, KPU MANGGARAI BARAT LAKUKAN KOORDINASI DENGAN DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN MANGGARAI BARAT
LabuanBajo,manggaraibarat.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat melakukan kunjungan koordinasi ke Kantor Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Manggarai Barat pada Selasa, 18 November 2025. Kunjungan ini dipimpin langsung oleh Ketua KPU Kabupaten Manggarai Barat, Ferdiano Sutarto Parman, dan turut didampingi oleh Kasubag Keuangan, Umum dan Logistik, Benediktus Bagung. Kedatangan jajaran KPU Kabupaten Manggarai Barat diterima secara resmi oleh Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Manggarai Barat, Augustinus Rinus, S.Pd., bertempat di Ruang Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan. Dalam penyampaian maksud dan tujuan kunjungan, Ferdiano Sutarto Parman menjelaskan bahwa KPU Kabupaten Manggarai Barat berkomitmen penuh untuk melakukan penyelamatan dan penataan arsip Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat Tahun 2024. Salah satu arsip yang menjadi prioritas adalah dokumen Model C. Hasil Salinan Pemilihan Tahun 2024 yang merupakan salah satu dokumen vital penyelenggaraan pemilihan. “Sebagai penyelenggara pemilu, KPU memiliki tanggung jawab untuk memastikan arsip penyelenggaraan pemilihan tersimpan dengan aman, rapi, dan terdokumentasi sesuai standar kearsipan nasional. Karena itu, kami bermaksud menyerahkan arsip Model C. Hasil Salinan Pilkada 2024 untuk diarsipkan secara resmi di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Manggarai Barat,” ujarnya. Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Manggarai Barat, Augustinus Rinus, S.Pd, menyampaikan apresiasi atas inisiatif KPU dalam upaya menjaga dan merawat dokumen penyelenggaraan pemilu sebagai bagian dari memori kolektif daerah dan sumber penting bagi publik maupun peneliti di masa mendatang. “Kami menyambut baik koordinasi ini dan siap bekerja sama untuk melakukan penerimaan dan penanganan arsip sesuai ketentuan kearsipan. Arsip pemilu merupakan dokumen sejarah demokrasi yang harus dijaga dan dilestarikan,” tegasnya. Untuk mendukung kegiatan tersebut, pihak KPU Kabupaten Manggarai Barat dan Dinas Kearsipan dan Perpusatakan Kabupaten Manggarai Barat akan terus berkoordinasi secara teknis untuk mempersiapkan waktu dan tempat pelaksanaan penyerahan secara seremonial dimaksud. (AS/Humas KPU Manggarai Barat) ....
OPTIMALISASI PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH, KPU MANGGARAI BARAT KOORDINASI DENGAN BPMD UNTUK PDPB TRIWULAN IV 2025
LabuanBajo,manggaraibarat.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Barat menggelar kegiatan koordinasi bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Manggarai Barat pada Senin, 17 November 2025 pukul 10.45 WITA bertempat di Kantor DPMD. Koordinasi ini dilaksanakan oleh Anggota KPU Manggarai Barat, Agustinus Emil Rahmat, didampingi Kasubag Perencanaan, Data dan Informasi, Yosefia Mujur, serta Operator Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH), Kresensi Fernando Kareka. Pertemuan tersebut diterima langsung oleh Kepala Dinas DPMD Kabupaten Manggarai Barat, Pius Baut, S.E, dan membahas penguatan sinergi antara KPU dan DPMD dalam pengelolaan serta pemutakhiran administrasi kependudukan masyarakat. Fokus utama diskusi adalah pentingnya dukungan DPMD dalam membantu KPU mengakses dan memperbarui data kependudukan bagi warga yang mengalami perubahan, seperti pindah domisili, meninggal dunia, atau perubahan elemen data lainnya, yang berdampak pada akurasi data pemilih. Dalam kesempatan itu, Kepala Dinas DPMD, Pius Baut, menyampaikan komitmennya untuk mendukung langkah KPU dalam memastikan data pemilih tetap valid dan mutakhir. Beliau juga mengusulkan agar KPU Kabupaten Manggarai Barat masuk dalam grup WhatsApp seluruh Kepala Desa se-Kabupaten Manggarai Barat, sehingga proses koordinasi terkait data pemilih dapat dilakukan lebih cepat, efektif, dan langsung bersama pemerintah desa. KPU Kabupaten Manggarai Barat menyambut baik dukungan tersebut dan berharap kerja sama yang erat antara KPU dan DPMD dapat semakin memperkuat kualitas data pemilih dalam penyelenggaraan pemilu yang transparan, akurat, dan berintegritas. (AY/Humas KPU Manggarai Barat) ....
KPU KABUPATEN MANGGARAI BARAT GELAR COKTAS PDPB TRIWULAN IV DI KECAMATAN PACAR
LabuanBajo,manggaraibarat.kpu.go.id — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Barat kembali melaksanakan kegiatan Pencocokan dan Penelitian Terbatas (COKTAS) dalam rangka Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Triwulan IV Tahun 2025. Pelaksanaan kegiatan ini merujuk pada PKPU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan. Kegiatan COKTAS berlangsung pada 13–14 November 2025 di Kecamatan Pacar, mencakup enam desa, yakni Desa Loha, Desa Compang, Desa Pacar, Desa Manong, Desa Kombo Selatan, dan Desa Kombo Tengah. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh Anggota KPU Manggarai Barat, Gregorius Juhardi Otto, didampingi Kasubag Teknis dan Hukum, Benidiktus Hibur, serta dua staf sekretariat, Karolus Ifanlindanto Bi dan Leonard V.K. Yosman. Dalam pelaksanaannya, tim KPU Manggarai Barat berkoordinasi langsung dengan pemerintah desa setempat untuk memastikan kelancaran proses pemutakhiran data. Melalui kegiatan COKTAS, tim menemukan bahwa di sejumlah desa masih terdapat data pemilih yang perlu diperbarui, terutama terkait pemilih meninggal dunia yang belum diurus Akta Kematian oleh keluarga, serta warga yang telah pindah domisili tetapi belum mengurus administrasi kependudukannya. KPU Kabupaten Manggarai Barat mengimbau masyarakat agar proaktif dalam memperbarui dokumen kependudukan guna menjamin keakuratan data pemilih. Keakuratan data ini penting untuk menjaga kualitas penyelenggaraan pemilu serta memastikan setiap warga yang memenuhi syarat dapat menggunakan hak pilihnya secara sah. Melalui kegiatan COKTAS ini, KPU Manggarai Barat menegaskan komitmennya untuk terus melakukan pemutakhiran data pemilih secara berkelanjutan sesuai peraturan yang berlaku, serta memastikan data pemilih di Kabupaten Manggarai Barat selalu mutakhir dan valid. (AY/Humas KPU Manggarai Barat) ....
KPU KABUPATEN MANGGARAI BARAT GELAR COKTAS PDPB TRIWULAN IV TAHUN 2025 DI KECAMATAN SANONGGOANG
LabuanBajo,manggaraibarat.kpu.go.id — Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Barat melaksanakan kegiatan Coklit Terbatas (COKTAS) dalam rangka Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Triwulan IV Tahun 2025, yang berlangsung pada tanggal 6–7 November 2025 di Kecamatan Sanonggoang. Pelaksanaan COKTAS kali ini mencakup enam desa, yakni Desa Poco Golo Kempo, Desa Nampar Macing, Desa Golo Leleng, Desa Wae Lolos, Desa Golo Mbu, dan Desa Golo Ndaring. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Anggota KPU Kabupaten Manggarai Barat, Azis, bersama Kasubag Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM, Florence V. Yunita, serta Staf Sekretariat KPU, Elias Soni Gunawan dan Wilfridus P. Kelong. Pelaksanaan COKTAS turut didampingi oleh Anggota Bawaslu Kabupaten Manggarai Barat, Muhamad Hamka, beserta staf Bawaslu, sebagai bentuk pengawasan terhadap proses pemutakhiran data pemilih agar berjalan sesuai ketentuan. Kegiatan ini juga dilakukan dengan berkoordinasi dengan pemerintah desa di wilayah yang menjadi sasaran, untuk memastikan validitas data dan kelancaran proses di lapangan. Melalui kegiatan ini, KPU Manggarai Barat berupaya menjaga akurasi dan integritas data pemilih agar selalu mutakhir dan dapat dipertanggungjawabkan menjelang pelaksanaan tahapan Pemilu berikutnya. Dengan terselenggaranya kegiatan ini, KPU Kabupaten Manggarai Barat berharap masyarakat semakin sadar akan pentingnya berpartisipasi aktif dalam proses pemutakhiran data pemilih demi terwujudnya Pemilu yang berkualitas, inklusif, dan berintegritas. (AY/Humas KPU Manggarai Barat) ....
Politik Makin Ramai, Hukum Menguji, Lineamenta Sejarah Pilkada Kedua Manggarai Barat (2010)
Oleh: Kris Bheda Somerpes Divisi Hukum dan Pengawasan Lima tahun sejak pemilihan bupati pertama digelar, Manggarai Barat tidak lagi sekadar “daerah pemekaran muda” yang penuh harapan. Dalam waktu singkat, kabupaten di ujung barat Flores ini mulai menunjukkan potensinya. Labuan Bajo, yang dulu hanyalah kota pelabuhan kecil, perlahan berubah wajah menjadi destinasi wisata unggulan. Jalan-jalan diperbaiki, pembangunan mulai menjangkau wilayah pedalaman dan kepulauan, serta aktivitas ekonomi masyarakat meningkat, didorong oleh geliat pariwisata, perdagangan, dan sektor jasa. Di balik kemajuan itu, konstelasi politik lokal ikut bergeser. Lima tahun pemerintahan pertama memberi pengalaman berharga, tetapi juga membuka ruang bagi evaluasi, kritik, dan ambisi baru. Partai-partai politik, yang pada awalnya masih sibuk mencari pijakan di daerah baru ini, kini sudah punya basis dukungan yang lebih jelas. Tokoh-tokoh lokal yang dulu sekadar figur pendukung mulai melihat peluang lebih besar. Kursi bupati tidak lagi sekadar simbol administrasi, tetapi posisi strategis: pusat kendali arah pembangunan, pengelolaan sumber daya, dan distribusi kekuasaan. Atmosfer inilah yang mewarnai Pilkada Manggarai Barat tahun 2010. Berbeda dengan 2005, ketika kontestasi masih sederhana dan didominasi figur-figur awal pembentukan kabupaten, kali ini panggung politik penuh sesak. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat menetapkan delapan pasangan calon. Jumlah ini bukan hanya terbanyak sepanjang sejarah Pilkada daerah ini, tetapi juga mencerminkan “ledakan” partisipasi politik lokal, semua kekuatan ingin mencoba peruntungannya. Berikut daftar pasangan calon yang maju dalam Pilkada Manggarai Barat tahun 2010 berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Barat Nomor 40/Kpts/KPU-Kab/Kota-018.434062/2010 tentang peserta Pilkada Manggarai Barat 2010 yakni: No. Nama Pasangan Calon Julukan (Paket) Dukungan/ Pengusung 1 Ir. Yohanes W. Wempi Hapan, M.Sc. dan Ir. Monaldus Nadjib Panji PKPB, PPI, PPIB, PKIB 2 Drs. W. Fidelis Pranda dan Vinsensius Pata, SH Fiva PDIP, Hanura, PKPI, PDK, PSI 3 Mateus Hamsi, S.Sos dan Thedorrus Hagur Mashur Golkar, Partai Karya Perjuangan 4 Drs. Yosf Ardis dan Bernadus Barat Daya, SH, MH Yes PMB, PBR 5 Drs. Saferinus Dagun dan Fransiskus Sukamaniara Sar Perseorangan 6 Paul Serak Baut, M.Si dan Drs. Petrus Malada, MM Palma Perseorangan 7 Drs. Antony Bagul Dagur, M.Si dan H. Abdul Asis, S.Sos Damai PKS, PDS, PBB 8 Drs. Agustinus Ch. Dula dan Drs. Maximus Gasa, M.Si Gusti PAN, PPPDI, Demokrat, PKNU, Partai Pelopor Fragmentasi ini menunjukkan politik yang semakin cair. Tidak ada satu kekuatan dominan; aliansi partai-partai nasional terdistribusi, figur-figur berpengaruh hadir dari berbagai latar belakang diantaranya birokrasi, politik, jaringan adat, bahkan dukungan komunitas keagamaan. Manggarai Barat menjadi ajang pertarungan yang benar-benar kompetitif, di mana strategi, jaringan, dan kemampuan merangkul dukungan akar rumput menjadi penentu. Di tengah delapan pasangan calon itu, satu nama menarik perhatian publik: Agustinus Ch. Dula, wakil bupati periode pertama (2005–2010). Pengalamannya lima tahun di pemerintahan daerah hasil pemekaran menjadi modal kuat. Dula memilih Maximus Gasa sebagai pasangan, kombinasi yang dianggap membawa “dua mesin sekaligus” yakni legitimasi pemerintahan lama dan kekuatan politik baru. Sementara itu, bupati pertama, Fidelis Pranda, tidak tinggal diam. Ia kembali maju, kali ini berpasangan dengan Pata Vinsensius, menjadikan kontestasi ini bukan hanya tentang program dan jaringan, tetapi juga tentang duel figur lama dalam konfigurasi baru. Kampanye berlangsung jauh lebih intens daripada lima tahun sebelumnya. Panggung kampanye tidak lagi sederhana; kini diwarnai orasi besar, janji pembangunan, serta manuver politik yang melibatkan kelompok-kelompok kepentingan yang lebih beragam. Isu pemerataan pembangunan antara daratan dan kepulauan menjadi topik panas. Begitu pula soal infrastruktur, peluang kerja, pariwisata, dan tata kelola pemerintahan yang dianggap perlu lebih transparan dan responsif. Hari pemungutan suara tiba. Pemungutan suara oleh 127.677 pemilih dalam DPT dilakukan di 500 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di tujuh kecamatan digelar pada 3 Juni 2010 dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 89 %. Kecamatan Jumlah Pemilih (DPT) Jumlah Desa Jumlah TPS Komodo 25.563 16 77 Sano Nggoang 14.568 24 92 Kuwus 22.348 27 96 Macang Pacar 16.588 13 58 Lembor 28.171 21 103 Boleng 9.967 9 34 Welak 10.170 11 40 TOTAL 127.384 121 500 Secara teknis, KPU menghadapi tantangan serupa seperti 2005 yakni wilayah kepulauan, logistik yang harus diangkut lewat darat dan laut, cuaca yang tidak selalu bersahabat. Namun, pengalaman lima tahun sebelumnya membuat penyelenggaraan lebih rapi, meskipun tensi politik lebih tinggi dari sebelumnya. Hasil rekapitulasi yang ditetapkan melalui Keputusan KPU Kabupaten Manggarai Barat Nomor 46/Kpts/KPU-Kab/Kota-018434062/2010 pada tanggal 10 Juni 2010 menunjukkan pasangan Agustinus Ch. Dula dan Maximus Gasa (GUSTI) keluar sebagai pemenang dengan perolehan 34.972 suara. Posisi kedua ditempati pasangan Fidelis Pranda dan Pata Vinsensius (FIVA) dengan 29.401 suara, sementara enam pasangan lain tersebar jauh di bawah keduanya. Selisih sekitar 5.500 suara memperlihatkan kompetisi yang ketat di dua poros utama. Kontestasi politik di Manggarai Barat kini bukan lagi soal siapa yang paling dikenal, tetapi siapa yang paling efektif membangun koalisi dan mengelola dukungan di wilayah yang sangat beragam. No Pasangan Calon (Nama/Julukan) Suara Sah 1 PANJI (Ir. Yohanes W. W. Hapan dan Ir. Monaldus Nadjib) 3.225 2 FIVA (Drs. W. Fidelis Pranda dan Pata Vinsensius) 29.401 3 MASHUR (Matheus Hamsi dan Theodore Sagur) 12.968 4 YES (Drs. Yosef Ardis dan Bernandus Barat Daya) 11.177 5 SAR (Drs. Saferinus Dagun dan Fransiskus Sukmaniara) 2.435 6 PALMA (Paul Serak Baut dan Drs. Malada Peterus) 3.243 7 DAMAI (Drs. Antony Bagul Dagur dan H. Abdul Asis) 14.863 8 GUSTI (Drs. Agustinus Ch. Dula dan Drs. Gaza Maximus) 34.972 Total Suara Sah 112.284 Namun, kemenangan ini tidak serta-merta menutup cerita. Tiga pasangan calon yang kalah dan/atau merasa dirugikan karena keputusan KPU Kabupaten Manggarai Barat, yakni Pasangan calon DRS. W. Fidelis Pranda dan Pata Vinsensius, SH., MM (FIVA), Pasangan calon DRS. Ardis Yosef dan Bernandus Barat Daya, S.H., M.H (YES) dan Pasangan calon Antony Bagul Dagur, M.Si dan H. Abdul Asis, S.Sos (DAMAI) mengajukan gugatan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sengketa ini menyoroti persoalan administrasi dan tuduhan pelanggaran yang dianggap memengaruhi hasil. MK kemudian memutuskan menolak permohonan para penggugat dan menguatkan kemenangan pasangan Dula–Gasa sebagaimana tertuang dalam amar putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PHPU.D-VIII/2010 tentang Perselisihan Hasil Pemilukada Manggarai Barat Tahun 2010. Pasangan ini pun dilantik pada 9 Agustus 2010 melalui SK Menteri Dalam Negeri, menandai awal periode pemerintahan kedua Manggarai Barat. Sengketa hukum tidak berhenti di Mahkamah Konstitusi. Proses politik selalu menyimpan kejutan. Pasca Pilkada, sengketa hukum pun muncul. Sengketa kepemimpinan daerah Manggarai Barat pasca Pilkada 2010 menjadi salah satu contoh paling jelas bagaimana jalur hukum dan jalur politik kerap berjalan tidak seirama. Pada awalnya, paket Fiva menggugat keabsahan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 131.53-461 Tahun 2010 (tentang pengesahan pengangkatan Bupati Manggarai Barat) dan Nomor 132.53-462 Tahun 2010 (tentang pengesahan pengangkatan Wakil Bupati Manggarai Barat), keduanya tertanggal 9 Agustus 2010. Gugatan ini diajukan ke PTUN Jakarta, dan pada 17 Maret 2011 majelis hakim memutus: Mengabulkan gugatan penggugat sebagian. Menyatakan batal kedua SK Mendagri tersebut. Mewajibkan Mendagri mencabutnya. Menolak gugatan selebihnya. Menghukum Mendagri membayar biaya perkara sebesar Rp 94.000. Dengan demikian, secara hukum paket Fiva dinyatakan menang, sementara Mendagri sebagai tergugat dinyatakan kalah. Putusan ini bahkan sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Akan tetapi, meskipun penggugat telah tiga kali mengajukan permohonan eksekusi, pada kenyataannya putusan tersebut tidak pernah dilaksanakan. Semua berakhir dengan status non-eksekutabel, sementara pasangan kepala daerah yang sudah dilantik tetap melanjutkan roda pemerintahan. Hampir dua tahun setelah pelantikan, tepatnya pada 7 Mei 2012, Mahkamah Agung (MA) kembali mengeluarkan putusan mengejutkan, yakni Putusan No. 346 K/TUN/2011 yang membatalkan SK Mendagri No. 131.53-462 Tahun 2010 tentang penetapan pasangan Agustinus Ch. Dula – Maximus Gasa sebagai Kepala Daerah Manggarai Barat. Putusan ini dijatuhkan setelah putusan Pengadilan Tinggi Kupang tertanggal 1 November 2010 dinyatakan berkekuatan hukum tetap. Secara yuridis, keputusan MA tersebut jelas menggoyahkan legitimasi pemerintahan yang sudah berjalan hampir separuh periode. Bahkan, Mendagri saat itu, Gamawan Fauzi, seharusnya mencopot pasangan Dula–Gasa paling lambat dalam waktu 60 hari sejak putusan inkracht, yakni sekitar awal Januari 2012. Namun, realitas politik dan pemerintahan menunjukkan hal berbeda. Tidak ada penunjukan pejabat sementara, tidak ada kekosongan kekuasaan, dan tidak ada krisis nyata di lapangan. Pasangan Dula–Gasa tetap menjalankan pemerintahan hingga masa jabatannya berakhir pada 2015, meskipun secara hukum dasar pengangkatan mereka sudah dibatalkan pengadilan. Peristiwa ini menjadi salah satu episode paling unik dalam sejarah demokrasi lokal di Nusa Tenggara Timur. Para pengamat menyebutnya sebagai bentuk “anomali transisi”, yakni sebuah kondisi ketika logika hukum dan logika politik tidak sejalan, namun keputusan politik diambil dengan mempertimbangkan stabilitas daerah sebagai prioritas utama. Masyarakat sempat bingung, tetapi konflik tidak meluas. Pemerintahan tetap berjalan, pembangunan tidak berhenti, dan demokrasi lokal diuji dalam makna yang lebih dalam: bagaimana mengelola ketidakpastian tanpa meruntuhkan fondasi yang sedang dibangun. Dari Pilkada 2010, Manggarai Barat belajar bahwa demokrasi bukan sekadar soal menang-kalah di bilik suara. Demokrasi juga tentang kemampuan daerah bertahan menghadapi turbulensi hukum, menjaga agar pemerintahan tidak lumpuh, serta memastikan pelayanan publik tetap berjalan meskipun badai politik mengguncang di atasnya.*) ....
Menentukan Nahkoda Perdana, Lienamenta Sejarah Pilkada Pertama Manggarai Barat (2005)
oleh: Kris Bheda Somerpes Divisi Hukum dan Pengawasan Dua tahun setelah resmi berdiri sebagai daerah otonom melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003, Kabupaten Manggarai Barat menghadapi ujian pertamanya yakni memilih pemimpin melalui pemilihan kepala daerah secara langsung. Momen ini bukan sekadar agenda politik rutin, melainkan tonggak sejarah dalam perjalanan demokrasi lokal Flores bagian barat. Semacam oase di tengah padang gurun. Selama puluhan tahun, masyarakat di Labuan Bajo, Lembor, Komodo, Macang Pacar, hingga Sano Nggoang, berada dalam naungan Kabupaten Manggarai. Aspirasi pemekaran telah lama dibicarakan dalam forum adat, pertemuan tokoh agama, hingga diskusi di kalangan birokrasi, namun baru terealisasi di awal dekade 2000-an, seiring gelombang reformasi dan desentralisasi yang memberi ruang daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Pilkada 2005 pun hadir sebagai kesempatan pertama bagi warga Manggarai Barat untuk menentukan arah pemerintahan mereka sebagai sebuah hak politik yang sebelumnya hanya menjadi wacana panjang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Barat kala itu masih sibuk membangun kelembagaan dan infrastruktur pemilu. Tantangan logistik tak bisa dianggap sepele. Wilayah Manggarai Barat bukan hanya mencakup dataran Flores bagian barat, tetapi juga gugusan pulau-pulau kecil dan perairan luas, termasuk Taman Nasional Komodo yang sudah mendunia. Distribusi kotak dan surat suara dilakukan melalui jalur darat ke Lembor dan Macang Pacar, sementara ke pulau-pulau seperti Rinca, Papagarang, dan Komodo, petugas harus menggunakan perahu motor, berpacu dengan cuaca yang kerap berubah cepat, angin barat, dan gelombang yang bisa kapan saja menghentikan perjalanan. Meski infrastruktur terbatas, semangat demokrasi warga sangat tinggi. Dari 106.718 pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap yang terdiri atas 51.687 pemilih laki-laki dan 54.856 pemilih perempuan, tercatat 88,8% hadir di 485 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di lima kecamatan pada hari pemungutan suara yang digelar pada 27 Juni 2005. Kecamatan Jumlah Pemilih (DPT) Jumlah TPS Komodo 26.126 102 Sano Nggoang 13.268 92 Kuwus 20.477 99 Macang Pacar 14.350 55 Lembor 32.497 137 Total 106.718 485 Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin antusiasme warga yang melihat Pilkada pertama sebagai kesempatan menentukan masa depan daerahnya sendiri. Tiga pasangan calon tampil di kontestasi perdana ini: No. Pasangan Calon Partai Pengusung 1 Ir. Ferdinandus Pantas, M.Si dan Drs. Tobias Wanus Koalisi: Golkar, PKPI, Partai Merdeka, PKPB, PPP, PPD 2 Drs. Wilfridus Fidelis Pranda dan Drs. Agustinus Ch. Dula Koalisi: Partai Demokrat, PDK, PNBK, PKS, PBB, PDS, PKB 3 Drs. Yohanes Suhandi, M.Si dan Drs. Onesimus Jaman PDI Perjuangan Namun bukan tanpa masalah. Pilkada Manggarai Barat pertama ini juga diwarnai aksi demontrasi dan penolakan. Misalnya pada tahap pencalonan, Ir. Theodorus Suhardi, M.Si, salah satu bakal calon bupati melakukan protes kepada KPU Kabupaten Manggarai Barat karena dinyatakan tidak memenuhi syarat pencalonan, lantaran tidak melakukan perbaikan terhadap beberapa berkas pencalonan yang diminta oleh KPU Kabupaten Manggarai Barat untuk diperbaiki, sampai pada batas waktu yang ditentukan, yakni pada saat rapat pleno penetapan pasangan calon peserta pemilihan pada ketika itu. Kampanye dijalankan dalam suasana yang jauh berbeda dibandingkan era digital kini. Tanpa media sosial, tanpa mesin propaganda daring, tanpa baliho raksasa di persimpangan kota, para kandidat bergerak dari desa ke desa, pulau ke pulau, melakukan tatap muka, dialog terbuka di balai desa, dan pendekatan kultural khas Manggarai. Musik tradisional, orasi politik bercampur humor, hingga ritual adat kerap mewarnai setiap pertemuan, menciptakan dinamika politik yang akrab dan membumi. Hari pemungutan suara, Senin 27 Juni 2005, menjadi momentum sejarah. Rekapitulasi resmi KPU Kabupaten Manggarai Barat mencatat: Pasangan Calon Perolehan Suara Persentase Wilfridus Fidelis Pranda – Agustinus Ch. Dula 50.032 53,75% Ferdinandus Pantas – Tobias Wanus 26.682 28,67% Yohanes Suhandi – Onesimus Jaman 16.368 17,58% Pasangan Wilfridus Fidelis Pranda dan Agustinus Ch. Dula memperoleh dukungan mayoritas yang meyakinkan, unggul jauh di atas dua pasangan lainnya di lima Kecamatan. Kec. Pantas/ Wanus Pranda/ Dula Sehadi/ Jaman Komodo 5.035 10.844 6.002 Sano Nggoang 1.293 4.528 5.924 Kuwus 9.602 7.278 1.872 Macang Pacar 3.466 7.011 1.827 Lembor 7.286 20.371 743 Jumlah 26.682 50.032 16.368 Kemenangan ini menandai transisi dari kepemimpinan pejabat bupati yang ditunjuk pusat menuju kepemimpinan definitif hasil pilihan rakyat. Namun, sengketa pun muncul. Dua pasangan calon yang merasa dirugikan dalam kontestasi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung yang didelegasikan kepada Pengadilan Tinggi Negeri Kupang. Namun gugatan tersebut ditolak dan menyatakan keputusan KPU Kabupaten Manggarai Barat tetap berlaku. Putusan MA RI Nomor 41 P/Kada/2005 pada akhirnya menguatkan kemenangan pasangan Drs. Wilfridus Fidelis Pranda dan Drs. Agustinus Ch. Dula sebagai Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat periode 2005–2010. Pelantikan mereka pada akhir Agustus 2005 bukan sekadar seremoni administratif, tetapi simbol legitimasi demokrasi. Fidelis Pranda menjadi Bupati definitif pertama Kabupaten Manggarai Barat, sementara Agustinus Dula, yang kelak menjadi figur sentral politik Mabar selama satu dekade berikutnya, memulai langkahnya dari posisi Wakil Bupati pertama. Keberhasilan Pilkada 2005 memberi keyakinan bahwa Manggarai Barat mampu mengelola demokrasi dalam konteks geografis dan sosial yang kompleks. Pilkada ini menjadi pondasi politik, menciptakan tradisi pemilu langsung yang kelak berkembang semakin kompetitif, semakin matang, dan semakin menentukan arah perjalanan kabupaten di gerbang barat Nusa Tenggara Timur.*) ....
Publikasi
Opini
Oleh: Kris Bheda Somerpes Divisi Hukum dan Pengawasan Lima tahun sejak pemilihan bupati pertama digelar, Manggarai Barat tidak lagi sekadar “daerah pemekaran muda” yang penuh harapan. Dalam waktu singkat, kabupaten di ujung barat Flores ini mulai menunjukkan potensinya. Labuan Bajo, yang dulu hanyalah kota pelabuhan kecil, perlahan berubah wajah menjadi destinasi wisata unggulan. Jalan-jalan diperbaiki, pembangunan mulai menjangkau wilayah pedalaman dan kepulauan, serta aktivitas ekonomi masyarakat meningkat, didorong oleh geliat pariwisata, perdagangan, dan sektor jasa. Di balik kemajuan itu, konstelasi politik lokal ikut bergeser. Lima tahun pemerintahan pertama memberi pengalaman berharga, tetapi juga membuka ruang bagi evaluasi, kritik, dan ambisi baru. Partai-partai politik, yang pada awalnya masih sibuk mencari pijakan di daerah baru ini, kini sudah punya basis dukungan yang lebih jelas. Tokoh-tokoh lokal yang dulu sekadar figur pendukung mulai melihat peluang lebih besar. Kursi bupati tidak lagi sekadar simbol administrasi, tetapi posisi strategis: pusat kendali arah pembangunan, pengelolaan sumber daya, dan distribusi kekuasaan. Atmosfer inilah yang mewarnai Pilkada Manggarai Barat tahun 2010. Berbeda dengan 2005, ketika kontestasi masih sederhana dan didominasi figur-figur awal pembentukan kabupaten, kali ini panggung politik penuh sesak. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat menetapkan delapan pasangan calon. Jumlah ini bukan hanya terbanyak sepanjang sejarah Pilkada daerah ini, tetapi juga mencerminkan “ledakan” partisipasi politik lokal, semua kekuatan ingin mencoba peruntungannya. Berikut daftar pasangan calon yang maju dalam Pilkada Manggarai Barat tahun 2010 berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Barat Nomor 40/Kpts/KPU-Kab/Kota-018.434062/2010 tentang peserta Pilkada Manggarai Barat 2010 yakni: No. Nama Pasangan Calon Julukan (Paket) Dukungan/ Pengusung 1 Ir. Yohanes W. Wempi Hapan, M.Sc. dan Ir. Monaldus Nadjib Panji PKPB, PPI, PPIB, PKIB 2 Drs. W. Fidelis Pranda dan Vinsensius Pata, SH Fiva PDIP, Hanura, PKPI, PDK, PSI 3 Mateus Hamsi, S.Sos dan Thedorrus Hagur Mashur Golkar, Partai Karya Perjuangan 4 Drs. Yosf Ardis dan Bernadus Barat Daya, SH, MH Yes PMB, PBR 5 Drs. Saferinus Dagun dan Fransiskus Sukamaniara Sar Perseorangan 6 Paul Serak Baut, M.Si dan Drs. Petrus Malada, MM Palma Perseorangan 7 Drs. Antony Bagul Dagur, M.Si dan H. Abdul Asis, S.Sos Damai PKS, PDS, PBB 8 Drs. Agustinus Ch. Dula dan Drs. Maximus Gasa, M.Si Gusti PAN, PPPDI, Demokrat, PKNU, Partai Pelopor Fragmentasi ini menunjukkan politik yang semakin cair. Tidak ada satu kekuatan dominan; aliansi partai-partai nasional terdistribusi, figur-figur berpengaruh hadir dari berbagai latar belakang diantaranya birokrasi, politik, jaringan adat, bahkan dukungan komunitas keagamaan. Manggarai Barat menjadi ajang pertarungan yang benar-benar kompetitif, di mana strategi, jaringan, dan kemampuan merangkul dukungan akar rumput menjadi penentu. Di tengah delapan pasangan calon itu, satu nama menarik perhatian publik: Agustinus Ch. Dula, wakil bupati periode pertama (2005–2010). Pengalamannya lima tahun di pemerintahan daerah hasil pemekaran menjadi modal kuat. Dula memilih Maximus Gasa sebagai pasangan, kombinasi yang dianggap membawa “dua mesin sekaligus” yakni legitimasi pemerintahan lama dan kekuatan politik baru. Sementara itu, bupati pertama, Fidelis Pranda, tidak tinggal diam. Ia kembali maju, kali ini berpasangan dengan Pata Vinsensius, menjadikan kontestasi ini bukan hanya tentang program dan jaringan, tetapi juga tentang duel figur lama dalam konfigurasi baru. Kampanye berlangsung jauh lebih intens daripada lima tahun sebelumnya. Panggung kampanye tidak lagi sederhana; kini diwarnai orasi besar, janji pembangunan, serta manuver politik yang melibatkan kelompok-kelompok kepentingan yang lebih beragam. Isu pemerataan pembangunan antara daratan dan kepulauan menjadi topik panas. Begitu pula soal infrastruktur, peluang kerja, pariwisata, dan tata kelola pemerintahan yang dianggap perlu lebih transparan dan responsif. Hari pemungutan suara tiba. Pemungutan suara oleh 127.677 pemilih dalam DPT dilakukan di 500 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di tujuh kecamatan digelar pada 3 Juni 2010 dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 89 %. Kecamatan Jumlah Pemilih (DPT) Jumlah Desa Jumlah TPS Komodo 25.563 16 77 Sano Nggoang 14.568 24 92 Kuwus 22.348 27 96 Macang Pacar 16.588 13 58 Lembor 28.171 21 103 Boleng 9.967 9 34 Welak 10.170 11 40 TOTAL 127.384 121 500 Secara teknis, KPU menghadapi tantangan serupa seperti 2005 yakni wilayah kepulauan, logistik yang harus diangkut lewat darat dan laut, cuaca yang tidak selalu bersahabat. Namun, pengalaman lima tahun sebelumnya membuat penyelenggaraan lebih rapi, meskipun tensi politik lebih tinggi dari sebelumnya. Hasil rekapitulasi yang ditetapkan melalui Keputusan KPU Kabupaten Manggarai Barat Nomor 46/Kpts/KPU-Kab/Kota-018434062/2010 pada tanggal 10 Juni 2010 menunjukkan pasangan Agustinus Ch. Dula dan Maximus Gasa (GUSTI) keluar sebagai pemenang dengan perolehan 34.972 suara. Posisi kedua ditempati pasangan Fidelis Pranda dan Pata Vinsensius (FIVA) dengan 29.401 suara, sementara enam pasangan lain tersebar jauh di bawah keduanya. Selisih sekitar 5.500 suara memperlihatkan kompetisi yang ketat di dua poros utama. Kontestasi politik di Manggarai Barat kini bukan lagi soal siapa yang paling dikenal, tetapi siapa yang paling efektif membangun koalisi dan mengelola dukungan di wilayah yang sangat beragam. No Pasangan Calon (Nama/Julukan) Suara Sah 1 PANJI (Ir. Yohanes W. W. Hapan dan Ir. Monaldus Nadjib) 3.225 2 FIVA (Drs. W. Fidelis Pranda dan Pata Vinsensius) 29.401 3 MASHUR (Matheus Hamsi dan Theodore Sagur) 12.968 4 YES (Drs. Yosef Ardis dan Bernandus Barat Daya) 11.177 5 SAR (Drs. Saferinus Dagun dan Fransiskus Sukmaniara) 2.435 6 PALMA (Paul Serak Baut dan Drs. Malada Peterus) 3.243 7 DAMAI (Drs. Antony Bagul Dagur dan H. Abdul Asis) 14.863 8 GUSTI (Drs. Agustinus Ch. Dula dan Drs. Gaza Maximus) 34.972 Total Suara Sah 112.284 Namun, kemenangan ini tidak serta-merta menutup cerita. Tiga pasangan calon yang kalah dan/atau merasa dirugikan karena keputusan KPU Kabupaten Manggarai Barat, yakni Pasangan calon DRS. W. Fidelis Pranda dan Pata Vinsensius, SH., MM (FIVA), Pasangan calon DRS. Ardis Yosef dan Bernandus Barat Daya, S.H., M.H (YES) dan Pasangan calon Antony Bagul Dagur, M.Si dan H. Abdul Asis, S.Sos (DAMAI) mengajukan gugatan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sengketa ini menyoroti persoalan administrasi dan tuduhan pelanggaran yang dianggap memengaruhi hasil. MK kemudian memutuskan menolak permohonan para penggugat dan menguatkan kemenangan pasangan Dula–Gasa sebagaimana tertuang dalam amar putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PHPU.D-VIII/2010 tentang Perselisihan Hasil Pemilukada Manggarai Barat Tahun 2010. Pasangan ini pun dilantik pada 9 Agustus 2010 melalui SK Menteri Dalam Negeri, menandai awal periode pemerintahan kedua Manggarai Barat. Sengketa hukum tidak berhenti di Mahkamah Konstitusi. Proses politik selalu menyimpan kejutan. Pasca Pilkada, sengketa hukum pun muncul. Sengketa kepemimpinan daerah Manggarai Barat pasca Pilkada 2010 menjadi salah satu contoh paling jelas bagaimana jalur hukum dan jalur politik kerap berjalan tidak seirama. Pada awalnya, paket Fiva menggugat keabsahan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 131.53-461 Tahun 2010 (tentang pengesahan pengangkatan Bupati Manggarai Barat) dan Nomor 132.53-462 Tahun 2010 (tentang pengesahan pengangkatan Wakil Bupati Manggarai Barat), keduanya tertanggal 9 Agustus 2010. Gugatan ini diajukan ke PTUN Jakarta, dan pada 17 Maret 2011 majelis hakim memutus: Mengabulkan gugatan penggugat sebagian. Menyatakan batal kedua SK Mendagri tersebut. Mewajibkan Mendagri mencabutnya. Menolak gugatan selebihnya. Menghukum Mendagri membayar biaya perkara sebesar Rp 94.000. Dengan demikian, secara hukum paket Fiva dinyatakan menang, sementara Mendagri sebagai tergugat dinyatakan kalah. Putusan ini bahkan sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Akan tetapi, meskipun penggugat telah tiga kali mengajukan permohonan eksekusi, pada kenyataannya putusan tersebut tidak pernah dilaksanakan. Semua berakhir dengan status non-eksekutabel, sementara pasangan kepala daerah yang sudah dilantik tetap melanjutkan roda pemerintahan. Hampir dua tahun setelah pelantikan, tepatnya pada 7 Mei 2012, Mahkamah Agung (MA) kembali mengeluarkan putusan mengejutkan, yakni Putusan No. 346 K/TUN/2011 yang membatalkan SK Mendagri No. 131.53-462 Tahun 2010 tentang penetapan pasangan Agustinus Ch. Dula – Maximus Gasa sebagai Kepala Daerah Manggarai Barat. Putusan ini dijatuhkan setelah putusan Pengadilan Tinggi Kupang tertanggal 1 November 2010 dinyatakan berkekuatan hukum tetap. Secara yuridis, keputusan MA tersebut jelas menggoyahkan legitimasi pemerintahan yang sudah berjalan hampir separuh periode. Bahkan, Mendagri saat itu, Gamawan Fauzi, seharusnya mencopot pasangan Dula–Gasa paling lambat dalam waktu 60 hari sejak putusan inkracht, yakni sekitar awal Januari 2012. Namun, realitas politik dan pemerintahan menunjukkan hal berbeda. Tidak ada penunjukan pejabat sementara, tidak ada kekosongan kekuasaan, dan tidak ada krisis nyata di lapangan. Pasangan Dula–Gasa tetap menjalankan pemerintahan hingga masa jabatannya berakhir pada 2015, meskipun secara hukum dasar pengangkatan mereka sudah dibatalkan pengadilan. Peristiwa ini menjadi salah satu episode paling unik dalam sejarah demokrasi lokal di Nusa Tenggara Timur. Para pengamat menyebutnya sebagai bentuk “anomali transisi”, yakni sebuah kondisi ketika logika hukum dan logika politik tidak sejalan, namun keputusan politik diambil dengan mempertimbangkan stabilitas daerah sebagai prioritas utama. Masyarakat sempat bingung, tetapi konflik tidak meluas. Pemerintahan tetap berjalan, pembangunan tidak berhenti, dan demokrasi lokal diuji dalam makna yang lebih dalam: bagaimana mengelola ketidakpastian tanpa meruntuhkan fondasi yang sedang dibangun. Dari Pilkada 2010, Manggarai Barat belajar bahwa demokrasi bukan sekadar soal menang-kalah di bilik suara. Demokrasi juga tentang kemampuan daerah bertahan menghadapi turbulensi hukum, menjaga agar pemerintahan tidak lumpuh, serta memastikan pelayanan publik tetap berjalan meskipun badai politik mengguncang di atasnya.*)
oleh: Kris Bheda Somerpes Divisi Hukum dan Pengawasan Dua tahun setelah resmi berdiri sebagai daerah otonom melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003, Kabupaten Manggarai Barat menghadapi ujian pertamanya yakni memilih pemimpin melalui pemilihan kepala daerah secara langsung. Momen ini bukan sekadar agenda politik rutin, melainkan tonggak sejarah dalam perjalanan demokrasi lokal Flores bagian barat. Semacam oase di tengah padang gurun. Selama puluhan tahun, masyarakat di Labuan Bajo, Lembor, Komodo, Macang Pacar, hingga Sano Nggoang, berada dalam naungan Kabupaten Manggarai. Aspirasi pemekaran telah lama dibicarakan dalam forum adat, pertemuan tokoh agama, hingga diskusi di kalangan birokrasi, namun baru terealisasi di awal dekade 2000-an, seiring gelombang reformasi dan desentralisasi yang memberi ruang daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Pilkada 2005 pun hadir sebagai kesempatan pertama bagi warga Manggarai Barat untuk menentukan arah pemerintahan mereka sebagai sebuah hak politik yang sebelumnya hanya menjadi wacana panjang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Barat kala itu masih sibuk membangun kelembagaan dan infrastruktur pemilu. Tantangan logistik tak bisa dianggap sepele. Wilayah Manggarai Barat bukan hanya mencakup dataran Flores bagian barat, tetapi juga gugusan pulau-pulau kecil dan perairan luas, termasuk Taman Nasional Komodo yang sudah mendunia. Distribusi kotak dan surat suara dilakukan melalui jalur darat ke Lembor dan Macang Pacar, sementara ke pulau-pulau seperti Rinca, Papagarang, dan Komodo, petugas harus menggunakan perahu motor, berpacu dengan cuaca yang kerap berubah cepat, angin barat, dan gelombang yang bisa kapan saja menghentikan perjalanan. Meski infrastruktur terbatas, semangat demokrasi warga sangat tinggi. Dari 106.718 pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap yang terdiri atas 51.687 pemilih laki-laki dan 54.856 pemilih perempuan, tercatat 88,8% hadir di 485 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di lima kecamatan pada hari pemungutan suara yang digelar pada 27 Juni 2005. Kecamatan Jumlah Pemilih (DPT) Jumlah TPS Komodo 26.126 102 Sano Nggoang 13.268 92 Kuwus 20.477 99 Macang Pacar 14.350 55 Lembor 32.497 137 Total 106.718 485 Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin antusiasme warga yang melihat Pilkada pertama sebagai kesempatan menentukan masa depan daerahnya sendiri. Tiga pasangan calon tampil di kontestasi perdana ini: No. Pasangan Calon Partai Pengusung 1 Ir. Ferdinandus Pantas, M.Si dan Drs. Tobias Wanus Koalisi: Golkar, PKPI, Partai Merdeka, PKPB, PPP, PPD 2 Drs. Wilfridus Fidelis Pranda dan Drs. Agustinus Ch. Dula Koalisi: Partai Demokrat, PDK, PNBK, PKS, PBB, PDS, PKB 3 Drs. Yohanes Suhandi, M.Si dan Drs. Onesimus Jaman PDI Perjuangan Namun bukan tanpa masalah. Pilkada Manggarai Barat pertama ini juga diwarnai aksi demontrasi dan penolakan. Misalnya pada tahap pencalonan, Ir. Theodorus Suhardi, M.Si, salah satu bakal calon bupati melakukan protes kepada KPU Kabupaten Manggarai Barat karena dinyatakan tidak memenuhi syarat pencalonan, lantaran tidak melakukan perbaikan terhadap beberapa berkas pencalonan yang diminta oleh KPU Kabupaten Manggarai Barat untuk diperbaiki, sampai pada batas waktu yang ditentukan, yakni pada saat rapat pleno penetapan pasangan calon peserta pemilihan pada ketika itu. Kampanye dijalankan dalam suasana yang jauh berbeda dibandingkan era digital kini. Tanpa media sosial, tanpa mesin propaganda daring, tanpa baliho raksasa di persimpangan kota, para kandidat bergerak dari desa ke desa, pulau ke pulau, melakukan tatap muka, dialog terbuka di balai desa, dan pendekatan kultural khas Manggarai. Musik tradisional, orasi politik bercampur humor, hingga ritual adat kerap mewarnai setiap pertemuan, menciptakan dinamika politik yang akrab dan membumi. Hari pemungutan suara, Senin 27 Juni 2005, menjadi momentum sejarah. Rekapitulasi resmi KPU Kabupaten Manggarai Barat mencatat: Pasangan Calon Perolehan Suara Persentase Wilfridus Fidelis Pranda – Agustinus Ch. Dula 50.032 53,75% Ferdinandus Pantas – Tobias Wanus 26.682 28,67% Yohanes Suhandi – Onesimus Jaman 16.368 17,58% Pasangan Wilfridus Fidelis Pranda dan Agustinus Ch. Dula memperoleh dukungan mayoritas yang meyakinkan, unggul jauh di atas dua pasangan lainnya di lima Kecamatan. Kec. Pantas/ Wanus Pranda/ Dula Sehadi/ Jaman Komodo 5.035 10.844 6.002 Sano Nggoang 1.293 4.528 5.924 Kuwus 9.602 7.278 1.872 Macang Pacar 3.466 7.011 1.827 Lembor 7.286 20.371 743 Jumlah 26.682 50.032 16.368 Kemenangan ini menandai transisi dari kepemimpinan pejabat bupati yang ditunjuk pusat menuju kepemimpinan definitif hasil pilihan rakyat. Namun, sengketa pun muncul. Dua pasangan calon yang merasa dirugikan dalam kontestasi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung yang didelegasikan kepada Pengadilan Tinggi Negeri Kupang. Namun gugatan tersebut ditolak dan menyatakan keputusan KPU Kabupaten Manggarai Barat tetap berlaku. Putusan MA RI Nomor 41 P/Kada/2005 pada akhirnya menguatkan kemenangan pasangan Drs. Wilfridus Fidelis Pranda dan Drs. Agustinus Ch. Dula sebagai Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat periode 2005–2010. Pelantikan mereka pada akhir Agustus 2005 bukan sekadar seremoni administratif, tetapi simbol legitimasi demokrasi. Fidelis Pranda menjadi Bupati definitif pertama Kabupaten Manggarai Barat, sementara Agustinus Dula, yang kelak menjadi figur sentral politik Mabar selama satu dekade berikutnya, memulai langkahnya dari posisi Wakil Bupati pertama. Keberhasilan Pilkada 2005 memberi keyakinan bahwa Manggarai Barat mampu mengelola demokrasi dalam konteks geografis dan sosial yang kompleks. Pilkada ini menjadi pondasi politik, menciptakan tradisi pemilu langsung yang kelak berkembang semakin kompetitif, semakin matang, dan semakin menentukan arah perjalanan kabupaten di gerbang barat Nusa Tenggara Timur.*)
Krispianus Bheda Somerpes Divisi Hukum dan Pengawasan Pilkada Manggarai Barat 2024 menjadi salah satu momen penting dalam perjalanan demokrasi lokal di Nusa Tenggara Timur. Di balik dinamika politik yang terjadi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Barat memainkan peran sentral, bukan hanya sebagai penyelenggara teknis, tetapi juga sebagai lembaga yang memastikan setiap tahapan pemilihan berjalan sesuai aturan hukum. Dalam proses ini, KPU menerbitkan berbagai keputusan yang berfungsi sebagai pijakan hukum sekaligus panduan teknis. Keputusan-keputusan tersebut ibarat “peta jalan” yang menuntun jalannya Pilkada: mulai dari syarat pencalonan, penyusunan daftar pemilih, penetapan peserta, pengaturan kampanye, hingga penetapan hasil akhir. Melalui catatan kecil ini, saya mencoba menyoroti beberapa keputusan penting yang diterbitkan KPU Kabupaten Manggarai Barat sepanjang Pilkada 2024. Keputusan-keputusan ini bukan sekadar dokumen administratif, melainkan representasi nyata dari komitmen KPU untuk menjaga agar demokrasi lokal terlaksana dengan prinsip teratur, transparan, dan akuntabel. Syarat Pencalonan: Menjaga Keseimbangan Jalur Perseorangan Dan Partai Tahap awal Pilkada Manggarai Barat 2024 ditandai dengan pengaturan mengenai pencalonan. Melalui Keputusan Nomor 549 Tahun 2024 yang diterbitkan pada 9 April 2024, KPU menetapkan bahwa calon perseorangan wajib mengantongi sedikitnya 19.697 dukungan, dengan persebaran di minimal 7 kecamatan. Ketentuan ini bukan sekadar persyaratan administratif, tetapi sebuah mekanisme untuk memastikan bahwa calon independen benar-benar memiliki basis dukungan masyarakat yang luas dan merata, tidak hanya bertumpu pada kantong suara tertentu. Tidak hanya jalur perseorangan, pencalonan melalui partai politik pun diatur secara ketat. Pada 24 Agustus 2024, KPU mengeluarkan Keputusan Nomor 770 Tahun 2024 yang menetapkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh minimal 15.319 suara sah pada Pemilu 2024 agar dapat mengajukan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati. Menariknya, keputusan ini bukan hadir secara tiba-tiba, melainkan merupakan tindak lanjut atas amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan pertimbangan hukum Nomor 70/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024, yang menegaskan pentingnya kepastian hukum dalam mekanisme pencalonan. Data Pemilih: Menjamin Hak Suara Warga Salah satu tahapan yang sangat menentukan kualitas pemilu adalah keakuratan daftar pemilih. Itulah sebabnya, pada 20 September 2024, KPU Kabupaten Manggarai Barat mengesahkan Keputusan Nomor 776 Tahun 2024 tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dari keputusan ini, tercatat 199.749 pemilih sah, dengan rincian 99.214 laki-laki dan 100.535 perempuan, yang tersebar di 12 kecamatan dan 587 Tempat Pemungutan Suara (TPS). No. Kecamatan Desa/ Kelurahan TPS Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Komodo 19 94 20.045 20.492 40.537 2. Boleng 11 46 7.381 7.341 14.722 3. Mbeliling 15 45 5.335 5.527 10.862 4. Sano Nggoang 15 52 5.706 5.727 11.433 5. Lembor 15 66 12.630 12.937 25.567 6. Lembor Selatan 15 55 9.380 9.482 18.862 7. Welak 16 49 8.659 8.605 17.264 8. Macang Pacar 13 38 6.211 6.335 12.546 9. Pacar 13 40 6.491 6.584 13.075 10. Kuwus 12 30 5.377 5.430 10.807 11. Kuwus Barat 10 26 4.179 4.205 8.384 12. Ndoso 15 46 7.820 7.870 15.690 Total 12 Kec. 169 587 99.214 100.535 199.749 Jika ditelusuri lebih jauh, distribusi pemilih tersebut menunjukkan dinamika kependudukan di Manggarai Barat. Kecamatan dengan jumlah pemilih terbesar adalah Kecamatan Komodo, yang mencakup wilayah ibu kota kabupaten, Labuan Bajo, dengan jumlah pemilih mencapai sekitar 45 ribu orang. Hal ini wajar mengingat Komodo menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, dan pariwisata. Kecamatan-kecamatan lain juga menyumbang angka yang signifikan. Kecamatan Lembor dan Kecamatan Lembor Selatan, misalnya, tercatat memiliki basis pemilih besar dengan total gabungan lebih dari 30 ribu orang, mencerminkan posisi keduanya sebagai wilayah pertanian produktif dan padat penduduk. Sementara itu, kecamatan dengan jumlah pemilih yang lebih kecil, seperti Macang Pacar atau Boleng, tetap memiliki arti penting dalam konteks persebaran politik, karena setiap suara di TPS yang jumlahnya relatif sedikit tetap berpengaruh pada hasil akhir. Penetapan Pasangan Calon: Dua Kontestan Utama Tahapan krusial dalam Pilkada Manggarai Barat 2024 adalah penetapan pasangan calon yang akan berlaga. Pada Rabu, 27 November 2024, KPU Kabupaten Manggarai Barat melalui Keputusan Nomor 777 Tahun 2024 secara resmi menetapkan dua pasangan calon peserta pemilihan. Pasangan pertama adalah Edistasius Endi, S.E. berpasangan dengan dr. Yulianus Weng, M.Kes.. Duet ini maju dengan dukungan koalisi partai-partai besar yang menguasai parlemen daerah. Di belakang mereka berdiri PDIP, Partai NasDem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Gerindra. Menyusul kemudian Partai Hanura. Di sisi lain, pasangan kedua adalah Christo Mario Y. Pranda, S.H., M.H. bersama Richardus Tata Sontani, S.IP., M.Si., oleh partai-partai besar seperti rivalnya, pasangan ini berhasil merangkul koalisi yang cukup berwarna dan beragam. Mereka diusung oleh Partai Ummat, PAN, Perindo, PSI, Partai Gelora, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Demokrat, Partai Buruh, dan Partai Golkar. Sehari setelah penetapan calon, KPU menetapkan nomor urut pasangan calon melalui Keputusan Nomor 778 Tahun 2024 pada 23 September 2024. Hasil pengundian menempatkan Pranda–Sontani sebagai Nomor Urut 1, sedangkan Endi–Weng sebagai Nomor Urut 2. Meski terlihat sebagai formalitas administratif, nomor urut memiliki arti strategis dalam politik elektoral. Ia sering dimanfaatkan dalam strategi komunikasi kampanye, mulai dari slogan, simbol visual, hingga membangun kedekatan emosional dengan pemilih. Kampanye Dan Dana Politik: Transparansi Sebagai Prinsip Tahap kampanye dalam Pilkada selalu menjadi sorotan publik karena di sinilah ruang kompetisi politik benar-benar terbuka. Menyadari hal itu, KPU Manggarai Barat menetapkan aturan main yang ketat untuk menjaga transparansi, keadilan, dan keteraturan jalannya kampanye. Pada 24 September 2024, KPU mengeluarkan Keputusan Nomor 780 Tahun 2024 yang menetapkan batas maksimal pengeluaran dana kampanye sebesar Rp30,3 miliar untuk setiap pasangan calon. Ketentuan ini tidak hanya sebatas formalitas, melainkan bentuk keseriusan KPU dalam menciptakan kesetaraan kompetisi dan mencegah dominasi politik uang. Dengan adanya pembatasan tersebut, keberhasilan kampanye diharapkan tidak semata ditentukan oleh besarnya modal finansial, tetapi juga oleh kreativitas dan kemampuan kandidat dalam menyampaikan gagasan kepada masyarakat. Masih di tanggal yang sama, KPU menetapkan Keputusan Nomor 781 Tahun 2024 tentang jadwal kampanye. Masa kampanye berlangsung selama 60 hari, mulai 25 September hingga 23 November 2024. Dalam periode itu, KPU juga mengatur dua kali debat publik antar pasangan calon, yakni pada 16 Oktober dan 20 November 2024. Meskipun debat kedua batal dilaksanakan atas permintaan pasangan calon, momentum debat tetap menjadi ajang penting untuk menguji visi, misi, serta program kerja kandidat secara terbuka di hadapan pemilih. Setelah kampanye berakhir, ditetapkan pula masa tenang pada 24–26 November 2024, yang memberi kesempatan bagi pemilih untuk merenungkan pilihannya tanpa intervensi politik. Selain soal dana dan jadwal, KPU juga mengatur aspek visual kampanye melalui Keputusan Nomor 782 Tahun 2024 tentang penetapan lokasi pemasangan alat peraga kampanye (APK). Penempatan APK berupa baliho, umbul-umbul dan spanduk diatur secara proporsional di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa, agar penyebarannya tertib, merata, dan adil bagi seluruh pasangan calon. Dengan cara ini, ruang publik tidak dipenuhi oleh APK yang semrawut, sekaligus memastikan bahwa setiap kandidat memperoleh kesempatan setara untuk menyampaikan pesan politiknya. Hasil Pemilihan Dan Calon Terpilih Tahap akhir Pilkada Manggarai Barat 2024 ditandai dengan proses penghitungan dan penetapan hasil pemungutan suara. Setelah melewati masa kampanye dan pemungutan suara di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS), KPU Kabupaten Manggarai Barat menggelar rekapitulasi berjenjang, mulai dari tingkat kecamatan hingga kabupaten. Hasil akhir kemudian dituangkan dalam Keputusan Nomor 804 Tahun 2024 yang diterbitkan pada 3 Desember 2024 pukul 21.00 Wita. No Nama Pasangan Calon Perolehan Suara 1. Pasangan Calon Nomor Urut I: Christo Mario Vosephino Prandra, S.H., M H Richardus Tata Sontani, S.IP., M.Si 71.164 (Tujuh Puluh Satu Ribu Seratus Enam Puluh Empat) 2. Pasangan Calon Nomor Urut 2: Edistasius Endi, S.H., Yulianus Weng, M.Kes 73.872 (Tujuh Puluh Tiga Ribu Delapan Ratus Tujuh Puluh Dua) TOTAL SUARA SAH 145.036 (Seratus Empat Puluh Lima Ribu Tiga Puluh Enam) Keputusan ini menetapkan hasil resmi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat, sekaligus menjadi dasar hukum untuk langkah berikutnya, yakni pengesahan pasangan calon terpilih. Penetapan hasil ini juga menegaskan posisi KPU sebagai lembaga yang memiliki otoritas penuh dalam mengesahkan suara rakyat secara sah dan konstitusional. Puncaknya, pada 6 Februari 2025, KPU kembali mengeluarkan Keputusan Nomor 5 Tahun 2025 setelah melalui proses lanjutan, termasuk penyelesaian sengketa hasil pemilihan di Mahkamah Konstitusi. Dalam keputusan ini, pasangan Edistasius Endi – Yulianus Weng resmi ditetapkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat terpilih periode 2025–2030. Pasangan ini meraih 73.872 suara, atau 50,93% dari total suara sah, yang menempatkan mereka unggul tipis atas pesaingnya. Demokrasi Yang Terukur Dan Akuntabel Rangkaian keputusan KPU Manggarai Barat sepanjang Pilkada 2024 memperlihatkan bahwa pemilihan kepala daerah bukanlah sekadar ajang politik rutin, melainkan proses demokrasi yang dirancang dengan penuh kecermatan. Setiap tahapan memiliki pijakan hukum yang jelas: mulai dari pengaturan syarat pencalonan, penetapan daftar pemilih, pengesahan pasangan calon, pengaturan kampanye, hingga penetapan hasil akhir dan pasangan terpilih. Keputusan-keputusan tersebut, menurut hemat saya, menegaskan bahwa demokrasi lokal tidak berjalan secara spontan, melainkan melalui mekanisme yang terukur, transparan, dan akuntabel. Dengan kerangka inilah kepercayaan publik terhadap proses pemilu dapat terjaga, sementara legitimasi pasangan terpilih semakin kokoh di mata masyarakat. Lebih jauh lagi, keputusan KPU bukan hanya berfungsi sebagai dokumen administratif, melainkan juga sebagai wujud nyata komitmen penyelenggara pemilu dalam menjaga integritas demokrasi di tingkat lokal. Pada akhirnya, keberhasilan Pilkada Manggarai Barat 2024 tidak semata diukur dari siapa yang keluar sebagai pemenang, tetapi dari bagaimana keseluruhan proses dijalankan berdasarkan prinsip keadilan, keterbukaan, dan kepastian hukum.*)
Kris Bheda Somerpes Divisi Hukum dan Pengawasan, KPU Kabupaten Manggarai Barat Di ujung barat Pulau Flores, di antara laut biru dan gugusan pulau-pulau kecil tempat komodo purba bertahan hidup, berdirilah sebuah kabupaten muda bernama Manggarai Barat. Usianya memang baru dua dekade, tetapi kiprahnya dalam sejarah demokrasi lokal Indonesia sudah menyajikan pelajaran yang padat. Kabupaten ini resmi berdiri pada tahun 2003 melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003, lahir dari perjuangan panjang tokoh-tokoh lokal dan aspirasi masyarakat yang selama puluhan tahun merasa terpinggirkan dari pusat pemerintahan di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai kala itu. Labuan Bajo dipilih sebagai ibu kota kabupaten baru. Dari sebuah kota pelabuhan kecil, ia kini tumbuh menjadi destinasi wisata kelas dunia, sekaligus jantung pemerintahan dan arena politik. Namun, berdirinya kabupaten hanyalah permulaan. Sebuah entitas administratif tak akan berarti tanpa pemerintahan yang sah, dan pemerintahan yang sah hanya bisa lahir melalui mekanisme demokrasi. Karena itu, sejarah pilkada Manggarai Barat sejak 2005 hingga 2024 adalah catatan penting tentang bagaimana sebuah daerah muda belajar berdemokrasi: penuh dinamika, konflik, kompromi, sekaligus harapan. Pilkada Perdana 2005: Antusiasme di Tengah Keterbatasan Pilkada pertama pada 27 Juni 2005 menjadi ritus peralihan dari status kabupaten “di atas kertas” menjadi daerah otonom dengan pemimpin pilihan rakyat. Tantangan teknis tak kecil: distribusi kotak suara harus menyeberangi laut, melewati jalan tanah di pegunungan, bahkan melawan cuaca yang tak menentu. Namun semangat warga jauh melampaui keterbatasan logistik. Dari 106 ribu pemilih, lebih dari 88 % hadir di TPS—angka partisipasi yang menakjubkan bagi sebuah daerah muda. Tiga pasangan calon bertarung, dan pasangan Wilfridus Fidelis Pranda – Agustinus Dula keluar sebagai pemenang dengan 53,7 % suara. Sengketa memang muncul, dibawa hingga Mahkamah Agung, tetapi putusan akhir menegaskan kemenangan mereka. Momentum ini menandai lahirnya kepemimpinan definitif pertama Manggarai Barat dan meneguhkan kepercayaan masyarakat bahwa suara mereka benar-benar menentukan arah kabupaten. Pilkada 2010: Fragmentasi dan Ujian Hukum Lima tahun kemudian, dinamika politik Manggarai Barat semakin kompleks. Delapan pasangan calon maju dalam Pilkada 2010, menjadikannya kontestasi paling ramai sepanjang sejarah daerah ini. Fragmentasi tersebut mencerminkan menguatnya basis-basis politik lokal: partai nasional, figur birokrat, hingga tokoh adat. Hasilnya, pasangan Agustinus Dula – Maximus Gasa menang tipis dengan selisih sekitar 5.500 suara dari pesaing utama, Fidelis Pranda – Pata Vinsensius. Namun kemenangan ini tidak otomatis mulus. Sengketa dilayangkan hingga Mahkamah Konstitusi, bahkan berlanjut ke Mahkamah Agung. Pada titik tertentu, keputusan hukum justru membatalkan SK pengangkatan mereka, meski pada praktiknya pemerintahan tetap berjalan sampai 2015. Inilah paradoks demokrasi lokal: hukum dan politik tak selalu seirama. Namun, justru dalam kondisi itu masyarakat Manggarai Barat belajar bahwa demokrasi tidak berhenti di bilik suara, melainkan juga melibatkan lembaga hukum, negosiasi politik, dan stabilitas pemerintahan. Pilkada 2015: Gender, Representasi, dan Demokrasi Serentak Gelombang baru lahir pada Pilkada 2015, ketika pemerintah pusat menggelar pilkada serentak di seluruh Indonesia. Bagi Manggarai Barat, momentum ini menegaskan bahwa ia tak lagi diperlakukan sebagai daerah “pemekaran khusus”, melainkan bagian utuh dari kalender demokrasi nasional. Yang paling menonjol adalah munculnya Maria Geong, seorang birokrat perempuan bergelar doktor, sebagai calon wakil bupati mendampingi Agustinus Dula. Kehadirannya adalah terobosan penting dalam representasi gender di Nusa Tenggara Timur. Pilkada ini sekaligus memperlihatkan transformasi kampanye: dari sekadar tatap muka desa-ke-desa menjadi penggunaan baliho besar, media lokal, hingga awal-awal media sosial. Politik Manggarai Barat memasuki fase modern, di mana pemilih semakin kritis dan mampu membandingkan visi serta rekam jejak kandidat. Meski sengketa administratif sempat mewarnai proses pencalonan, Pilkada 2015 berjalan relatif damai. Dula–Maria keluar sebagai pemenang, memperkuat simbol kontinuitas sekaligus membuka ruang baru bagi keterlibatan perempuan dalam politik lokal. Pilkada 2020–2024: Konsolidasi dan Transformasi Dua pilkada berikutnya, 2020 dan 2024, memperlihatkan wajah demokrasi Manggarai Barat yang semakin matang. Kontestasi berlangsung lebih seimbang, tidak lagi didominasi figur tunggal. Generasi baru kepemimpinan muncul, membawa isu-isu segar: pembangunan berkelanjutan, tata kelola pariwisata, distribusi kesejahteraan antara daratan dan kepulauan. Labuan Bajo, yang sudah ditetapkan sebagai salah satu destinasi super prioritas nasional, menjadi magnet politik sekaligus sumber tantangan. Persaingan tidak hanya soal kursi bupati, melainkan juga tentang siapa yang paling mampu mengelola hubungan pusat-daerah, investasi pariwisata, serta menjaga keseimbangan antara konservasi dan pembangunan ekonomi. Hingga Pilkada 2024, Manggarai Barat sudah lima kali menggelar pesta demokrasi. Setiap periode menyajikan pelajaran berbeda: tentang bagaimana membangun legitimasi, bagaimana mengelola sengketa hukum, bagaimana membuka ruang bagi perempuan, dan bagaimana menyeimbangkan pariwisata global dengan kebutuhan masyarakat lokal. Laboratorium Demokrasi Jika demokrasi adalah sebuah eksperimen panjang, maka Manggarai Barat adalah laboratorium yang penuh warna. Dari pilkada perdana yang heroik, fragmentasi politik yang riuh, sengketa hukum yang rumit, hingga keterbukaan gender dan konsolidasi kepemimpinan baru, semua fase itu memperlihatkan bahwa demokrasi tidak pernah statis. Dua dekade perjalanan ini membuktikan bahwa meski lahir sebagai kabupaten muda, Manggarai Barat mampu menghidupkan prinsip-prinsip demokrasi dengan cara yang khas: memadukan budaya lokal, dinamika politik nasional, dan tantangan global pariwisata. Sejarah pilkada di Manggarai Barat bukan hanya catatan lokal. Ia adalah bagian dari mosaik demokrasi Indonesia—cermin kecil dari bagaimana reformasi dan desentralisasi benar-benar bekerja di daerah. Dan seperti laboratorium sejati, dari sini kita belajar bahwa demokrasi adalah proses yang terus bereksperimen, memperbaiki diri, dan mencari bentuk terbaik bagi kesejahteraan rakyatnya.*)
Krispianus Bheda, Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Manggarai Barat Partisipasi warga negara dalam pemutakhiran data pemilih berkelanjutan (PDPB) merupakan aspek yang jauh lebih luas daripada sekadar memberikan data pribadi kepada penyelenggara pemilu. Keterlibatan ini mencakup peran aktif masyarakat dalam seluruh tahap pemutakhiran, termasuk proses verifikasi, validasi, dan pelaporan ketidaksesuaian data. Misalnya, warga yang menemukan data diri atau anggota keluarganya yang belum terdaftar, data ganda, atau tidak akurat dan data penduduk yang berhalangan tetap (meninggal dunia) dapat melaporkan langsung kepada pihak penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu Kabupaten/Kota. Dengan mekanisme pelaporan yang melibatkan masyarakat, setiap potensi kesalahan atau ketidaksesuaian dapat segera teridentifikasi dan diperbaiki, sehingga proses pemutakhiran berjalan lebih cepat dan efektif. Selain aspek teknis, partisipasi aktif warga memiliki dimensi sosial dan politik yang signifikan. Sudah banyak teori yang mendedah perihal ini. Secara umum partisipasi masyarakat adalah keterlibatan warga dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, atau pengawasan kegiatan yang berdampak pada kehidupan sosial, politik, dan ekonomi mereka. Menurut Arnstein (1969), partisipasi masyarakat dapat dipahami melalui konsep “tangga partisipasi” (ladder of citizen participation), yang menggambarkan tingkatan keterlibatan warga mulai dari manipulasi dan simbolik hingga partisipasi sejati yang memiliki pengaruh nyata terhadap keputusan. Sementara itu, Putnam (1993) menekankan bahwa partisipasi masyarakat tidak hanya terkait dengan keterlibatan formal, tetapi juga berfungsi membangun jaringan sosial dan kepercayaan (social capital) yang memperkuat kehidupan demokratis. Dalam konteks PDPB, partisipasi masyarakat berarti warga secara aktif membantu penyelenggara pemilu menjaga akurasi, kelengkapan, dan keterkinian data pemilih melalui berbagai tindakan nyata. Contohnya termasuk pelaporan ketidaksesuaian data, verifikasi informasi, serta sosialisasi data yang benar kepada masyarakat lainnya. Keterlibatan langsung masyarakat dalam perspektif itu, menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap proses demokrasi, karena warga merasa dirinya bukan hanya objek dari pemilu atau pemilihan, tetapi juga subjek yang berperan dalam menjamin keadilan dan transparansi. Hal ini pada gilirannya meningkatkan tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu. Ketika masyarakat menyadari bahwa laporan dan partisipasi mereka benar-benar diperhitungkan, keyakinan mereka bahwa pemilu berlangsung jujur dan adil semakin kuat, sehingga legitimasi hasil pemilu pun meningkat. Lebih jauh lagi, keterlibatan warga dalam PDPB memiliki implikasi bagi kualitas demokrasi secara keseluruhan. Demokrasi yang sehat tidak dapat dipandang hanya sebagai serangkaian prosedur administratif atau aturan hukum yang diatur dalam konstitusi dan perundang-undangan. Meskipun mekanisme formal seperti pemilu, peraturan pemilihan, dan lembaga penyelenggara pemilu merupakan kerangka penting untuk menjamin kelancaran proses demokrasi, keberhasilan sistem tersebut sangat bergantung pada partisipasi aktif warga negara. Tanpa kesadaran kolektif warga untuk terlibat, hak-hak politik yang dijamin secara hukum bisa saja tidak terealisasi secara efektif, sehingga prinsip-prinsip demokrasi, seperti representasi yang adil, akuntabilitas pejabat publik, dan perlindungan hak suara selanjutnya hanya menjadi formalitas semu. Kesadaran kolektif warga mencakup pemahaman bahwa hak pilih bukan sekadar hak individu yang pasif, tetapi tanggung jawab sosial yang harus dijaga agar sistem demokrasi dapat berfungsi secara optimal. Warga yang aktif akan memastikan bahwa data pemilih akurat, mengawasi jalannya pemilu atau pemilihan, serta melaporkan pelanggaran atau praktik yang merugikan integritas proses demokrasi. Keterlibatan ini juga menciptakan tekanan sosial dan moral terhadap pihak-pihak yang mencoba mengeksploitasi atau mengabaikan prinsip demokrasi, sehingga tercipta iklim politik yang lebih transparan, akuntabel, dan inklusif. Lebih lanjut, kesadaran kolektif berperan dalam membangun budaya demokrasi yang kokoh. Ketika masyarakat secara rutin mengawal hak pilih mereka dan mendorong partisipasi aktif dalam berbagai proses politik, nilai-nilai demokratis seperti keadilan, kesetaraan, dan toleransi mengakar kuat dalam kehidupan sosial. Ini menegaskan bahwa demokrasi sejati bukan hanya diukur dari formalitas prosedural, tetapi juga dari kualitas partisipasi warga dalam menjaga agar hak pilih, kebebasan, dan kepentingan publik terlindungi. Singkatnya, mekanisme hukum dan administratif hanya akan efektif jika diimbangi dengan kesadaran warga yang kritis dan aktif. Demokrasi yang sehat tumbuh dari kombinasi aturan yang jelas dan partisipasi kolektif yang bertanggung jawab, sehingga hak pilih setiap individu benar-benar terlindungi, proses politik berlangsung adil, dan legitimasi pemerintahan terjaga. Tanpa kesadaran kolektif ini, demokrasi bisa kehilangan maknanya, menjadi sekadar sistem formal tanpa substansi yang menjamin kesejahteraan dan representasi masyarakat. Setiap individu yang berpartisipasi membantu membangun sistem pemilu yang inklusif, transparan, dan akuntabel. Semakin banyak warga yang terlibat, semakin terjamin bahwa distribusi hak pilih dilakukan secara adil dan merata, sehingga praktik manipulasi atau ketidakadilan dalam pemilu dapat diminimalkan. Dengan demikian, partisipasi warga dalam PDPB adalah tanggung jawab sosial dan politik yang harus dipandang sebagai investasi bagi keberlanjutan demokrasi. Tidak cukup hanya menjadi pemilih pasif; warga yang terlibat aktif memastikan data pemilih selalu mutakhir, proses pemilu lebih efisien, dan hak setiap individu untuk menyalurkan suara terlindungi. Kesadaran dan partisipasi masyarakat bukan sekadar pelengkap administrasi, tetapi fondasi bagi demokrasi yang kuat, transparan, dan berkeadilan.***