Materi Pendidikan Pemilih | Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024

Publikasi

Opini

Krispianus Bheda Somerpes Divisi Hukum dan Pengawasan   Pilkada Manggarai Barat 2024 menjadi salah satu momen penting dalam perjalanan demokrasi lokal di Nusa Tenggara Timur. Di balik dinamika politik yang terjadi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Barat memainkan peran sentral, bukan hanya sebagai penyelenggara teknis, tetapi juga sebagai lembaga yang memastikan setiap tahapan pemilihan berjalan sesuai aturan hukum. Dalam proses ini, KPU menerbitkan berbagai keputusan yang berfungsi sebagai pijakan hukum sekaligus panduan teknis. Keputusan-keputusan tersebut ibarat “peta jalan” yang menuntun jalannya Pilkada: mulai dari syarat pencalonan, penyusunan daftar pemilih, penetapan peserta, pengaturan kampanye, hingga penetapan hasil akhir. Melalui catatan kecil ini, saya mencoba menyoroti beberapa keputusan penting yang diterbitkan KPU Kabupaten Manggarai Barat sepanjang Pilkada 2024. Keputusan-keputusan ini bukan sekadar dokumen administratif, melainkan representasi nyata dari komitmen KPU untuk menjaga agar demokrasi lokal terlaksana dengan prinsip teratur, transparan, dan akuntabel. Syarat Pencalonan: Menjaga Keseimbangan Jalur Perseorangan Dan Partai Tahap awal Pilkada Manggarai Barat 2024 ditandai dengan pengaturan mengenai pencalonan. Melalui Keputusan Nomor 549 Tahun 2024 yang diterbitkan pada 9 April 2024, KPU menetapkan bahwa calon perseorangan wajib mengantongi sedikitnya 19.697 dukungan, dengan persebaran di minimal 7 kecamatan. Ketentuan ini bukan sekadar persyaratan administratif, tetapi sebuah mekanisme untuk memastikan bahwa calon independen benar-benar memiliki basis dukungan masyarakat yang luas dan merata, tidak hanya bertumpu pada kantong suara tertentu. Tidak hanya jalur perseorangan, pencalonan melalui partai politik pun diatur secara ketat. Pada 24 Agustus 2024, KPU mengeluarkan Keputusan Nomor 770 Tahun 2024 yang menetapkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh minimal 15.319 suara sah pada Pemilu 2024 agar dapat mengajukan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati. Menariknya, keputusan ini bukan hadir secara tiba-tiba, melainkan merupakan tindak lanjut atas amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan pertimbangan hukum Nomor 70/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024, yang menegaskan pentingnya kepastian hukum dalam mekanisme pencalonan. Data Pemilih: Menjamin Hak Suara Warga Salah satu tahapan yang sangat menentukan kualitas pemilu adalah keakuratan daftar pemilih. Itulah sebabnya, pada 20 September 2024, KPU Kabupaten Manggarai Barat mengesahkan Keputusan Nomor 776 Tahun 2024 tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dari keputusan ini, tercatat 199.749 pemilih sah, dengan rincian 99.214 laki-laki dan 100.535 perempuan, yang tersebar di 12 kecamatan dan 587 Tempat Pemungutan Suara (TPS). No. Kecamatan Desa/ Kelurahan TPS Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Komodo 19 94 20.045 20.492 40.537 2. Boleng 11 46 7.381 7.341 14.722 3. Mbeliling 15 45 5.335 5.527 10.862 4. Sano Nggoang 15 52 5.706 5.727 11.433 5. Lembor 15 66 12.630 12.937 25.567 6. Lembor Selatan 15 55 9.380 9.482 18.862 7. Welak 16 49 8.659 8.605 17.264 8. Macang Pacar 13 38 6.211 6.335 12.546 9. Pacar 13 40 6.491 6.584 13.075 10. Kuwus 12 30 5.377 5.430 10.807 11. Kuwus Barat 10 26 4.179 4.205 8.384 12. Ndoso 15 46 7.820 7.870 15.690 Total 12 Kec. 169 587 99.214 100.535 199.749   Jika ditelusuri lebih jauh, distribusi pemilih tersebut menunjukkan dinamika kependudukan di Manggarai Barat. Kecamatan dengan jumlah pemilih terbesar adalah Kecamatan Komodo, yang mencakup wilayah ibu kota kabupaten, Labuan Bajo, dengan jumlah pemilih mencapai sekitar 45 ribu orang. Hal ini wajar mengingat Komodo menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, dan pariwisata. Kecamatan-kecamatan lain juga menyumbang angka yang signifikan. Kecamatan Lembor dan Kecamatan Lembor Selatan, misalnya, tercatat memiliki basis pemilih besar dengan total gabungan lebih dari 30 ribu orang, mencerminkan posisi keduanya sebagai wilayah pertanian produktif dan padat penduduk. Sementara itu, kecamatan dengan jumlah pemilih yang lebih kecil, seperti Macang Pacar atau Boleng, tetap memiliki arti penting dalam konteks persebaran politik, karena setiap suara di TPS yang jumlahnya relatif sedikit tetap berpengaruh pada hasil akhir. Penetapan Pasangan Calon: Dua Kontestan Utama Tahapan krusial dalam Pilkada Manggarai Barat 2024 adalah penetapan pasangan calon yang akan berlaga. Pada Rabu, 27 November 2024, KPU Kabupaten Manggarai Barat melalui Keputusan Nomor 777 Tahun 2024 secara resmi menetapkan dua pasangan calon peserta pemilihan. Pasangan pertama adalah Edistasius Endi, S.E. berpasangan dengan dr. Yulianus Weng, M.Kes.. Duet ini maju dengan dukungan koalisi partai-partai besar yang menguasai parlemen daerah. Di belakang mereka berdiri PDIP, Partai NasDem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Gerindra. Menyusul kemudian Partai Hanura. Di sisi lain, pasangan kedua adalah Christo Mario Y. Pranda, S.H., M.H. bersama Richardus Tata Sontani, S.IP., M.Si., oleh partai-partai besar seperti rivalnya, pasangan ini berhasil merangkul koalisi yang cukup berwarna dan beragam. Mereka diusung oleh Partai Ummat, PAN, Perindo, PSI, Partai Gelora, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Demokrat, Partai Buruh, dan Partai Golkar. Sehari setelah penetapan calon, KPU menetapkan nomor urut pasangan calon melalui Keputusan Nomor 778 Tahun 2024 pada 23 September 2024. Hasil pengundian menempatkan Pranda–Sontani sebagai Nomor Urut 1, sedangkan Endi–Weng sebagai Nomor Urut 2. Meski terlihat sebagai formalitas administratif, nomor urut memiliki arti strategis dalam politik elektoral. Ia sering dimanfaatkan dalam strategi komunikasi kampanye, mulai dari slogan, simbol visual, hingga membangun kedekatan emosional dengan pemilih. Kampanye Dan Dana Politik: Transparansi Sebagai Prinsip Tahap kampanye dalam Pilkada selalu menjadi sorotan publik karena di sinilah ruang kompetisi politik benar-benar terbuka. Menyadari hal itu, KPU Manggarai Barat menetapkan aturan main yang ketat untuk menjaga transparansi, keadilan, dan keteraturan jalannya kampanye. Pada 24 September 2024, KPU mengeluarkan Keputusan Nomor 780 Tahun 2024 yang menetapkan batas maksimal pengeluaran dana kampanye sebesar Rp30,3 miliar untuk setiap pasangan calon. Ketentuan ini tidak hanya sebatas formalitas, melainkan bentuk keseriusan KPU dalam menciptakan kesetaraan kompetisi dan mencegah dominasi politik uang. Dengan adanya pembatasan tersebut, keberhasilan kampanye diharapkan tidak semata ditentukan oleh besarnya modal finansial, tetapi juga oleh kreativitas dan kemampuan kandidat dalam menyampaikan gagasan kepada masyarakat. Masih di tanggal yang sama, KPU menetapkan Keputusan Nomor 781 Tahun 2024 tentang jadwal kampanye. Masa kampanye berlangsung selama 60 hari, mulai 25 September hingga 23 November 2024. Dalam periode itu, KPU juga mengatur dua kali debat publik antar pasangan calon, yakni pada 16 Oktober dan 20 November 2024. Meskipun debat kedua batal dilaksanakan atas permintaan pasangan calon, momentum debat tetap menjadi ajang penting untuk menguji visi, misi, serta program kerja kandidat secara terbuka di hadapan pemilih. Setelah kampanye berakhir, ditetapkan pula masa tenang pada 24–26 November 2024, yang memberi kesempatan bagi pemilih untuk merenungkan pilihannya tanpa intervensi politik. Selain soal dana dan jadwal, KPU juga mengatur aspek visual kampanye melalui Keputusan Nomor 782 Tahun 2024 tentang penetapan lokasi pemasangan alat peraga kampanye (APK). Penempatan APK berupa baliho, umbul-umbul dan spanduk diatur secara proporsional di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa, agar penyebarannya tertib, merata, dan adil bagi seluruh pasangan calon. Dengan cara ini, ruang publik tidak dipenuhi oleh APK yang semrawut, sekaligus memastikan bahwa setiap kandidat memperoleh kesempatan setara untuk menyampaikan pesan politiknya. Hasil Pemilihan Dan Calon Terpilih Tahap akhir Pilkada Manggarai Barat 2024 ditandai dengan proses penghitungan dan penetapan hasil pemungutan suara. Setelah melewati masa kampanye dan pemungutan suara di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS), KPU Kabupaten Manggarai Barat menggelar rekapitulasi berjenjang, mulai dari tingkat kecamatan hingga kabupaten. Hasil akhir kemudian dituangkan dalam Keputusan Nomor 804 Tahun 2024 yang diterbitkan pada 3 Desember 2024 pukul 21.00 Wita. No Nama Pasangan Calon Perolehan Suara 1.     Pasangan Calon Nomor Urut I: Christo Mario Vosephino Prandra, S.H., M H Richardus Tata Sontani, S.IP., M.Si 71.164 (Tujuh Puluh Satu Ribu Seratus Enam Puluh Empat)   2.   Pasangan Calon Nomor Urut 2: Edistasius Endi, S.H., Yulianus Weng, M.Kes 73.872 (Tujuh Puluh Tiga Ribu Delapan Ratus Tujuh Puluh Dua)   TOTAL SUARA SAH 145.036 (Seratus Empat Puluh Lima Ribu Tiga Puluh Enam) Keputusan ini menetapkan hasil resmi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat, sekaligus menjadi dasar hukum untuk langkah berikutnya, yakni pengesahan pasangan calon terpilih. Penetapan hasil ini juga menegaskan posisi KPU sebagai lembaga yang memiliki otoritas penuh dalam mengesahkan suara rakyat secara sah dan konstitusional. Puncaknya, pada 6 Februari 2025, KPU kembali mengeluarkan Keputusan Nomor 5 Tahun 2025 setelah melalui proses lanjutan, termasuk penyelesaian sengketa hasil pemilihan di Mahkamah Konstitusi. Dalam keputusan ini, pasangan Edistasius Endi – Yulianus Weng resmi ditetapkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat terpilih periode 2025–2030. Pasangan ini meraih 73.872 suara, atau 50,93% dari total suara sah, yang menempatkan mereka unggul tipis atas pesaingnya. Demokrasi Yang Terukur Dan Akuntabel Rangkaian keputusan KPU Manggarai Barat sepanjang Pilkada 2024 memperlihatkan bahwa pemilihan kepala daerah bukanlah sekadar ajang politik rutin, melainkan proses demokrasi yang dirancang dengan penuh kecermatan. Setiap tahapan memiliki pijakan hukum yang jelas: mulai dari pengaturan syarat pencalonan, penetapan daftar pemilih, pengesahan pasangan calon, pengaturan kampanye, hingga penetapan hasil akhir dan pasangan terpilih. Keputusan-keputusan tersebut, menurut hemat saya, menegaskan bahwa demokrasi lokal tidak berjalan secara spontan, melainkan melalui mekanisme yang terukur, transparan, dan akuntabel. Dengan kerangka inilah kepercayaan publik terhadap proses pemilu dapat terjaga, sementara legitimasi pasangan terpilih semakin kokoh di mata masyarakat. Lebih jauh lagi, keputusan KPU bukan hanya berfungsi sebagai dokumen administratif, melainkan juga sebagai wujud nyata komitmen penyelenggara pemilu dalam menjaga integritas demokrasi di tingkat lokal. Pada akhirnya, keberhasilan Pilkada Manggarai Barat 2024 tidak semata diukur dari siapa yang keluar sebagai pemenang, tetapi dari bagaimana keseluruhan proses dijalankan berdasarkan prinsip keadilan, keterbukaan, dan kepastian hukum.*)

Kris Bheda Somerpes Divisi Hukum dan Pengawasan, KPU Kabupaten Manggarai Barat   Di ujung barat Pulau Flores, di antara laut biru dan gugusan pulau-pulau kecil tempat komodo purba bertahan hidup, berdirilah sebuah kabupaten muda bernama Manggarai Barat. Usianya memang baru dua dekade, tetapi kiprahnya dalam sejarah demokrasi lokal Indonesia sudah menyajikan pelajaran yang padat. Kabupaten ini resmi berdiri pada tahun 2003 melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003, lahir dari perjuangan panjang tokoh-tokoh lokal dan aspirasi masyarakat yang selama puluhan tahun merasa terpinggirkan dari pusat pemerintahan di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai kala itu. Labuan Bajo dipilih sebagai ibu kota kabupaten baru. Dari sebuah kota pelabuhan kecil, ia kini tumbuh menjadi destinasi wisata kelas dunia, sekaligus jantung pemerintahan dan arena politik. Namun, berdirinya kabupaten hanyalah permulaan. Sebuah entitas administratif tak akan berarti tanpa pemerintahan yang sah, dan pemerintahan yang sah hanya bisa lahir melalui mekanisme demokrasi. Karena itu, sejarah pilkada Manggarai Barat sejak 2005 hingga 2024 adalah catatan penting tentang bagaimana sebuah daerah muda belajar berdemokrasi: penuh dinamika, konflik, kompromi, sekaligus harapan. Pilkada Perdana 2005: Antusiasme di Tengah Keterbatasan Pilkada pertama pada 27 Juni 2005 menjadi ritus peralihan dari status kabupaten “di atas kertas” menjadi daerah otonom dengan pemimpin pilihan rakyat. Tantangan teknis tak kecil: distribusi kotak suara harus menyeberangi laut, melewati jalan tanah di pegunungan, bahkan melawan cuaca yang tak menentu. Namun semangat warga jauh melampaui keterbatasan logistik. Dari 106 ribu pemilih, lebih dari 88 % hadir di TPS—angka partisipasi yang menakjubkan bagi sebuah daerah muda. Tiga pasangan calon bertarung, dan pasangan Wilfridus Fidelis Pranda – Agustinus Dula keluar sebagai pemenang dengan 53,7 % suara. Sengketa memang muncul, dibawa hingga Mahkamah Agung, tetapi putusan akhir menegaskan kemenangan mereka. Momentum ini menandai lahirnya kepemimpinan definitif pertama Manggarai Barat dan meneguhkan kepercayaan masyarakat bahwa suara mereka benar-benar menentukan arah kabupaten. Pilkada 2010: Fragmentasi dan Ujian Hukum Lima tahun kemudian, dinamika politik Manggarai Barat semakin kompleks. Delapan pasangan calon maju dalam Pilkada 2010, menjadikannya kontestasi paling ramai sepanjang sejarah daerah ini. Fragmentasi tersebut mencerminkan menguatnya basis-basis politik lokal: partai nasional, figur birokrat, hingga tokoh adat. Hasilnya, pasangan Agustinus Dula – Maximus Gasa menang tipis dengan selisih sekitar 5.500 suara dari pesaing utama, Fidelis Pranda – Pata Vinsensius. Namun kemenangan ini tidak otomatis mulus. Sengketa dilayangkan hingga Mahkamah Konstitusi, bahkan berlanjut ke Mahkamah Agung. Pada titik tertentu, keputusan hukum justru membatalkan SK pengangkatan mereka, meski pada praktiknya pemerintahan tetap berjalan sampai 2015. Inilah paradoks demokrasi lokal: hukum dan politik tak selalu seirama. Namun, justru dalam kondisi itu masyarakat Manggarai Barat belajar bahwa demokrasi tidak berhenti di bilik suara, melainkan juga melibatkan lembaga hukum, negosiasi politik, dan stabilitas pemerintahan. Pilkada 2015: Gender, Representasi, dan Demokrasi Serentak Gelombang baru lahir pada Pilkada 2015, ketika pemerintah pusat menggelar pilkada serentak di seluruh Indonesia. Bagi Manggarai Barat, momentum ini menegaskan bahwa ia tak lagi diperlakukan sebagai daerah “pemekaran khusus”, melainkan bagian utuh dari kalender demokrasi nasional. Yang paling menonjol adalah munculnya Maria Geong, seorang birokrat perempuan bergelar doktor, sebagai calon wakil bupati mendampingi Agustinus Dula. Kehadirannya adalah terobosan penting dalam representasi gender di Nusa Tenggara Timur. Pilkada ini sekaligus memperlihatkan transformasi kampanye: dari sekadar tatap muka desa-ke-desa menjadi penggunaan baliho besar, media lokal, hingga awal-awal media sosial. Politik Manggarai Barat memasuki fase modern, di mana pemilih semakin kritis dan mampu membandingkan visi serta rekam jejak kandidat. Meski sengketa administratif sempat mewarnai proses pencalonan, Pilkada 2015 berjalan relatif damai. Dula–Maria keluar sebagai pemenang, memperkuat simbol kontinuitas sekaligus membuka ruang baru bagi keterlibatan perempuan dalam politik lokal. Pilkada 2020–2024: Konsolidasi dan Transformasi Dua pilkada berikutnya, 2020 dan 2024, memperlihatkan wajah demokrasi Manggarai Barat yang semakin matang. Kontestasi berlangsung lebih seimbang, tidak lagi didominasi figur tunggal. Generasi baru kepemimpinan muncul, membawa isu-isu segar: pembangunan berkelanjutan, tata kelola pariwisata, distribusi kesejahteraan antara daratan dan kepulauan. Labuan Bajo, yang sudah ditetapkan sebagai salah satu destinasi super prioritas nasional, menjadi magnet politik sekaligus sumber tantangan. Persaingan tidak hanya soal kursi bupati, melainkan juga tentang siapa yang paling mampu mengelola hubungan pusat-daerah, investasi pariwisata, serta menjaga keseimbangan antara konservasi dan pembangunan ekonomi. Hingga Pilkada 2024, Manggarai Barat sudah lima kali menggelar pesta demokrasi. Setiap periode menyajikan pelajaran berbeda: tentang bagaimana membangun legitimasi, bagaimana mengelola sengketa hukum, bagaimana membuka ruang bagi perempuan, dan bagaimana menyeimbangkan pariwisata global dengan kebutuhan masyarakat lokal. Laboratorium Demokrasi Jika demokrasi adalah sebuah eksperimen panjang, maka Manggarai Barat adalah laboratorium yang penuh warna. Dari pilkada perdana yang heroik, fragmentasi politik yang riuh, sengketa hukum yang rumit, hingga keterbukaan gender dan konsolidasi kepemimpinan baru, semua fase itu memperlihatkan bahwa demokrasi tidak pernah statis. Dua dekade perjalanan ini membuktikan bahwa meski lahir sebagai kabupaten muda, Manggarai Barat mampu menghidupkan prinsip-prinsip demokrasi dengan cara yang khas: memadukan budaya lokal, dinamika politik nasional, dan tantangan global pariwisata. Sejarah pilkada di Manggarai Barat bukan hanya catatan lokal. Ia adalah bagian dari mosaik demokrasi Indonesia—cermin kecil dari bagaimana reformasi dan desentralisasi benar-benar bekerja di daerah. Dan seperti laboratorium sejati, dari sini kita belajar bahwa demokrasi adalah proses yang terus bereksperimen, memperbaiki diri, dan mencari bentuk terbaik bagi kesejahteraan rakyatnya.*)

Krispianus Bheda, Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Manggarai Barat   Partisipasi warga negara dalam pemutakhiran data pemilih berkelanjutan (PDPB) merupakan aspek yang jauh lebih luas daripada sekadar memberikan data pribadi kepada penyelenggara pemilu. Keterlibatan ini mencakup peran aktif masyarakat dalam seluruh tahap pemutakhiran, termasuk proses verifikasi, validasi, dan pelaporan ketidaksesuaian data. Misalnya, warga yang menemukan data diri atau anggota keluarganya yang belum terdaftar, data ganda, atau tidak akurat dan data penduduk yang berhalangan tetap (meninggal dunia) dapat melaporkan langsung kepada pihak penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu Kabupaten/Kota. Dengan mekanisme pelaporan yang melibatkan masyarakat, setiap potensi kesalahan atau ketidaksesuaian dapat segera teridentifikasi dan diperbaiki, sehingga proses pemutakhiran berjalan lebih cepat dan efektif. Selain aspek teknis, partisipasi aktif warga memiliki dimensi sosial dan politik yang signifikan. Sudah banyak teori yang mendedah perihal ini. Secara umum partisipasi masyarakat adalah keterlibatan warga dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, atau pengawasan kegiatan yang berdampak pada kehidupan sosial, politik, dan ekonomi mereka. Menurut Arnstein (1969), partisipasi masyarakat dapat dipahami melalui konsep “tangga partisipasi” (ladder of citizen participation), yang menggambarkan tingkatan keterlibatan warga mulai dari manipulasi dan simbolik hingga partisipasi sejati yang memiliki pengaruh nyata terhadap keputusan. Sementara itu, Putnam (1993) menekankan bahwa partisipasi masyarakat tidak hanya terkait dengan keterlibatan formal, tetapi juga berfungsi membangun jaringan sosial dan kepercayaan (social capital) yang memperkuat kehidupan demokratis. Dalam konteks PDPB, partisipasi masyarakat berarti warga secara aktif membantu penyelenggara pemilu menjaga akurasi, kelengkapan, dan keterkinian data pemilih melalui berbagai tindakan nyata. Contohnya termasuk pelaporan ketidaksesuaian data, verifikasi informasi, serta sosialisasi data yang benar kepada masyarakat lainnya. Keterlibatan langsung masyarakat dalam perspektif itu, menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap proses demokrasi, karena warga merasa dirinya bukan hanya objek dari pemilu atau pemilihan, tetapi juga subjek yang berperan dalam menjamin keadilan dan transparansi. Hal ini pada gilirannya meningkatkan tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu. Ketika masyarakat menyadari bahwa laporan dan partisipasi mereka benar-benar diperhitungkan, keyakinan mereka bahwa pemilu berlangsung jujur dan adil semakin kuat, sehingga legitimasi hasil pemilu pun meningkat. Lebih jauh lagi, keterlibatan warga dalam PDPB memiliki implikasi bagi kualitas demokrasi secara keseluruhan. Demokrasi yang sehat tidak dapat dipandang hanya sebagai serangkaian prosedur administratif atau aturan hukum yang diatur dalam konstitusi dan perundang-undangan. Meskipun mekanisme formal seperti pemilu, peraturan pemilihan, dan lembaga penyelenggara pemilu merupakan kerangka penting untuk menjamin kelancaran proses demokrasi, keberhasilan sistem tersebut sangat bergantung pada partisipasi aktif warga negara. Tanpa kesadaran kolektif warga untuk terlibat, hak-hak politik yang dijamin secara hukum bisa saja tidak terealisasi secara efektif, sehingga prinsip-prinsip demokrasi, seperti representasi yang adil, akuntabilitas pejabat publik, dan perlindungan hak suara selanjutnya hanya menjadi formalitas semu. Kesadaran kolektif warga mencakup pemahaman bahwa hak pilih bukan sekadar hak individu yang pasif, tetapi tanggung jawab sosial yang harus dijaga agar sistem demokrasi dapat berfungsi secara optimal. Warga yang aktif akan memastikan bahwa data pemilih akurat, mengawasi jalannya pemilu atau pemilihan, serta melaporkan pelanggaran atau praktik yang merugikan integritas proses demokrasi. Keterlibatan ini juga menciptakan tekanan sosial dan moral terhadap pihak-pihak yang mencoba mengeksploitasi atau mengabaikan prinsip demokrasi, sehingga tercipta iklim politik yang lebih transparan, akuntabel, dan inklusif. Lebih lanjut, kesadaran kolektif berperan dalam membangun budaya demokrasi yang kokoh. Ketika masyarakat secara rutin mengawal hak pilih mereka dan mendorong partisipasi aktif dalam berbagai proses politik, nilai-nilai demokratis seperti keadilan, kesetaraan, dan toleransi mengakar kuat dalam kehidupan sosial. Ini menegaskan bahwa demokrasi sejati bukan hanya diukur dari formalitas prosedural, tetapi juga dari kualitas partisipasi warga dalam menjaga agar hak pilih, kebebasan, dan kepentingan publik terlindungi. Singkatnya, mekanisme hukum dan administratif hanya akan efektif jika diimbangi dengan kesadaran warga yang kritis dan aktif. Demokrasi yang sehat tumbuh dari kombinasi aturan yang jelas dan partisipasi kolektif yang bertanggung jawab, sehingga hak pilih setiap individu benar-benar terlindungi, proses politik berlangsung adil, dan legitimasi pemerintahan terjaga. Tanpa kesadaran kolektif ini, demokrasi bisa kehilangan maknanya, menjadi sekadar sistem formal tanpa substansi yang menjamin kesejahteraan dan representasi masyarakat. Setiap individu yang berpartisipasi membantu membangun sistem pemilu yang inklusif, transparan, dan akuntabel. Semakin banyak warga yang terlibat, semakin terjamin bahwa distribusi hak pilih dilakukan secara adil dan merata, sehingga praktik manipulasi atau ketidakadilan dalam pemilu dapat diminimalkan. Dengan demikian, partisipasi warga dalam PDPB adalah tanggung jawab sosial dan politik yang harus dipandang sebagai investasi bagi keberlanjutan demokrasi. Tidak cukup hanya menjadi pemilih pasif; warga yang terlibat aktif memastikan data pemilih selalu mutakhir, proses pemilu lebih efisien, dan hak setiap individu untuk menyalurkan suara terlindungi. Kesadaran dan partisipasi masyarakat bukan sekadar pelengkap administrasi, tetapi fondasi bagi demokrasi yang kuat, transparan, dan berkeadilan.***

Naskah ini merupakan Sambutan Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat, Krispianus Bheda pada kegiatan Peluncuran Tahapan Pilkada Manggarai Barat 2024, yang dilaksanakan Zasgo Hotel Labuan Bajo, 30 April 2024. Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Manggarai Barat tahun ini adalah Pemilihan Kepala Daerah untuk yang kelima kalinya sejak Manggarai Barat dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pilkada pertama adalah Pilkada tahun 2005 diikuti oleh tiga pasangan calon. Sejumlah 106.718 pemilih datang ke 485 TPS yang menyebar di 5 Kecamatan, memberikan hak suara untuk memilih pemimpinnya. Pilkada yang digelar pada 27 Juni 2005 itu mencapai 88% tingkat partisipasi masyarakatnya. Pilkada Kedua digelar pada 3 Juni 2010. Sejumlah 127.384 pemilih datang ke 485 TPS yang menyebar di 121 Desa/Kelurahan dan 7 Kecamatan, untuk memilih satu pasangan calon dari 8 pasangan calon. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada 2005 mencapai 89%. Pilkada 2010, adalah Pilkada Pertama di Manggarai Barat, dimana calon terpilihnya diselesaikan di Meja Mahkamah Konstitusi. Pada tahun 2015, Manggarai Barat menggelar Pilkada ketiga. Pilkada yang diikuti lima pasangan calon ini digelar pada 9 Desember 2015. Sejumlah 156.450 pemilih datang ke TPS yang menyebar di 169 Desa/Kelurahan dan 10 Kecamatan. Pada Pilkada kali ini, tingkat partisipasi masyarakatnya hanya mencapai 73%. Seperti, Pilkada 2005, calon terpilihnya juga diselesaikan di Meja MK. Pilkada 2020 adalah Pilkada yang keempat, dan diikuti empat pasangan calon. Sejumlah 172.684 pemilih datang ke 586 TPS yang menyebar di 169 Desa/Kelurahan dan 12 Kecamatan untuk memberikan hak suaranya. Tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada yang digelar ditengah badai Covid-19 ini mencapai 80%. Calon terpilihnya juga diselesaikan di Meja MK. Fakta data dan angka di atas adalah sedikit dari fakta politik Manggarai Barat. Politik, mengutip Peter Merkl dalam Continuity and Chance (1967) sebagai usaha mencapai tatanan sosial yang baik dan berkeadilan dan atau pendapat para ahli yang lain seperti Rod Hague (1998), sebagai upaya kolektif untuk menengarai perbedaan di antara anggota kelompoknya, termasuk Mariam Budiarjo (2008) misalnya yang pada esesnsinya sebagai usaha menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima sebagian besar warganya dan membawa masyarakat ke arah kehidupan yang harmonis. Politik untuk tujuan itu, bukan berarti tanpa dinamika, dan bahkan dinamika yang tercipta karenanya adalah sebuah keniscayaan. Pemilu dan/atau Pemilihan Kepala Daerah adalah merupakan arena konflik yang legal dan upaya mempertahankan dan/atau memperebutkan kekuasaan. Berbagai dinamika yang pernah terjadi, lemah dan atau kuatnya, baik dan/atau buruknya, panas dan/atau dinginnya adalah sebuah keniscayaan dalam merancangbangun keseharian politik dan demokrasi agar menjadi kian matang. Karenanya, gelaran Pemilihan Kepala Daerah, khususnya Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Manggarai Barat dalam bacaan saya, dalam konteks dan teks hari ini, dengan demikian, bukan hanya menjadi sebuah refleksi yang penting untuk dibaca ulang sekedar sebagai ingatan semata. Bahwa pertarungan Politik di Manggarai Barat pernah menempuh titik-titik krusial dan bahkan chaos. Tetapi hendaknya melampauinya, sebagai modal dan sekaligus keutamaan politik dalam merancangbangun Manggarai Barat yang semakin demokratis. Pilkada kali ini adalah momen penting untuk secara bersama-sama, mengajak segenap elemen masyarakat, baik calon pemilih maupun pemilih, partai politik, calon peserta Pemilihan dan para pihak/multistakeholder untuk bersama-sama pulang ke dalam. Pertama, Pulang ke dalam untuk merayakan ingatan, dan kedua pulang ke dalam untuk sekaligus mencanangkan visi bersama. Perjumpaan ingatan dan visi itu disebut sebagai konsolidasi. Artinya menjadikan ajang Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat Tahun 2024 sebagai gerakan mengkonsolidasi kekuatan hati dan pikiran untuk berterus-terus mewujudkan Manggarai Barat yang semakin demokratis. Karenanya atas nama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat, saya mengajak kita semua, elemen/unsur lembaga atau institusi politik, baik partai politik, elite, kelompok-kelompok kepentingan maupun masyarakat politik, pemerintah, TNI dan Polri di lingkup Kabupaten Manggarai Barat untuk memiliki kesamaan konsep dan egenda aksi terkait demokrasi politik perihal Manggarai Barat sebagai sesuatu. Sesuatu yang spesial yang dalam dan melalui gelaran Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat menjadi titik tolak, pedoman arah meredefinisi kekitaan Manggarai Barat, bahwa Manggarai Barat ini adalah kita punya. Hari ini, kita semua diundang ke sini, sesungguhnya dimaksudkan untuk tujuan itu. Bukan hanya sebatas untuk mengatakan bahwa tahapan Pemilihan sudah sedang dimulai dalam dan melalui delapan tahapan persiapan, dan sepuluh tahapan penyelenggaraan yang akan kita lalui bersama. Tetapi lebih dari itu adalah untuk memastikan secara bersama, agar dalam dan melalui delapan belas tahapan itu, kita, dalam kapasitas dan tanggungjawab masing-masing, dalam dan melalui posisi politik kita masing-masing, bersama satukan langkah, satukan hati memastikan Pilkada Manggarai Barat tidak hanya dapat terselenggara secara Luber Jurdil, tetapi juga mewujudkan komitmen bersama agar dalam dan melalui Pilkada, nilai-nilai demokrasi lokal terkonsolidasi. Sebab Mabar ini kita Punya. Demikian yang dapat saya sampaikan, dalam kesempatan yang istimewa ini, saya tidak banyak menyampaikan hal teknis, karena sebagai penyelenggara di awal tahapan ini penting bagi kami untuk meletakan teks Pilkada ini ke dalam konteks, karena itu menjadi roh utama agar dengan demikian, hal-hal teknis terkait penyelenggaraan ini terlaksana dengan baik. Karenanya, atas nama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat, sekali lagi saya menyampaikan, mari bersama wujudkan konsolidasi demokrasi dalam dan melalui Pilkada 2024. Kalau Komo dan Kimi mau menari Mereka tak lupa pake songke manggarai Kalau Pilkada 2024, bersama dilaksanakan dengan hati Mabar ini kan menjadi contoh yang dapat diberi untuk negeri (Humas KPU Kabupaten Manggarai Barat)

Thomas Dohu Ketua KPU Provinsi NTT Terdapat dua data yang dihasilkan dari proses pemutakhiran data pemilih sebelum menjadi daftar pemilih tetap yakni daftar pemilih sementara dan daftar pemilih sementara hasil perbaikan. Daftar pemilih sementara di Provinsi NTT telah ditetapkan tanggal 5 april 2023 sebanyak 4.019.618 pemilih dengan jumlah TPS sebanyak 16.855 sedangkan daftar pemilih sementara hasil perbaikan yang ditetapkan tanggal 12 mei 2023 sebanyak 4.016.844 dengan jumlah TPS sebanyak 16.750. Data DPSHP juga menguraikan pemilih berpotensi non ktp elektronik sebanyak 237.659, pemilih disabilitas sebanyak 46.395. Jumlah pemilih maupun TPS masih dimungkinkan berubah karena proses pencermatan data masih berlangsung hingga ditetapkan daftar pemilih tetap tanggal 21 juni 2023. Daftar Pemilih Sementara (DPS) DPS adalah daftar pemilih hasil kegiatan pemutakhiran data pemilih yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh PPK, PPS, dan Pantarlih. Sumber data kegiatan pemutakhiran data pemilih adalah data penduduk potensial pemilih dan daftar pemilih berkelanjutan. Data penduduk potensial pemilih diperoleh dari pemerintah dan pemerintah daerah yang disediakan dalam bentuk: 1) data penduduk potensial pemilih pemilu dan 2) data warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri. Data kependudukan tersebut disinkronkan oleh pemerintah bersama KPU untuk menjadi data penduduk potensial pemilih pemilu. Selanjutnya KPU Kabupaten/Kota menggunakan data penduduk potensial pemilih pemilu untuk disandingkan dengan daftar pemilih tetap pemilu terakhir yang dimutakhirkan secara berkelanjutan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih. Daftar pemilih dimaksud paling sedikit memuat nomor induk kependudukan, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat Warga Negara Indonesia, yang mempunyai hak memilih. Dua sumber data pemilu dihasilkan oleh lembaga yang berbeda yakni dinas kependudukan dan catatan sipil Kabupaten/Kota sedangkan data pemilih berkelanjutan diperoleh dari KPU Kabupaten/Kota. Lokus data diperoleh dari wilayah administrasi yang sama yaitu Kabupaten/Kota. Tehnik memperoleh data masing-masing juga berbeda, kalau data kependudukan diperoleh berdasarkan registrasi data yang dicatat berupa data kelahiran, kematian, perkawinan, perpindahan penduduk, perceraian, adopsi anak, dan lain-lain. Registrasi data pada dasarnya menganut stelsel aktif bagi penduduk. Norma tersebut mengatur bahwa asas pencatatan sipil membebankan kewajiban bagi penduduk untuk mendaftarkan setiap peristiwa penting, termasuk kelahiran anak. Hal ini dilakukan karena terbatasnya sumber daya petugas pencatatan sipil dilain pihak jumlah penduduk banyak dan wilayah kerja juga sangat luas. Data dimaksud dipilah berdasarkan umur dan perkawinan untuk dipersiapkan sebagai data penduduk potensial pemilih pemilu. Adapun sistem pendataan pemilih berkelanjutan berdasarkan pencermatan data pemilu/pemilihan tetap terakhir dan koordinasi data dengan instansi terkait seperti dinas kependudukan dan catatan sipil, dinas pendidikan, TNI, Polri. Koordinasi dimaksud untuk mendapatkan data pemilih baru, pemilih pindah domisili dan pemilih meninggal dunia. Pelaksanaanya setiap bulan lalu dilakukan rekapitulasi secara berjenjang mulai dari KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan KPU.  Data Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) DPSHP adalah DPS yang telah diperbaiki berdasarkan masukan dan tanggapan masyarakat dan/atau peserta Pemilu. Setelah DPS ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dilakukan pengumuman diseluruh desa/kelurahan untuk  mendapat masukan dan tanggapan masyarakat. Tidak hanya itu, DPS dalam bentuk soft file juga wajib diserahkan kepada peserta pemilu agar peserta pemilu masing-masing tingkatan melakukan pencermatan DPS dan apabila ditemukan pemilih belum didaftar atau ditemukan pada DPS dengan kategori pemilih tidak memenuhi syarat seperti pemilih belum berumur 17 tahun dan belum pernah kamwin/menikah, pemilih ganda, pemilih meninggal dunia, pemilih telah menjadi anggota TNI/Polri dapat memberikan masukan kepada KPU sesuai tingkatanya. Kesempatan bagi masyarakat dan peserta pemilu menyampaikan masukan dan tanggapan terhadap DPS diberi kesempatan selama 21 hari yakni mulai tanggal 12 april sampai dengan  2 mei 2023. Berdasarkan pencermatan dan masukan tanggapan masyarakat tersebut selanjutnya DPSHP dilakukan rekapitulasi kembali melalui rapat pleno secara berjenjang mulai dari desa/kelurahan, kecamatan dan KPU Kabupaten mulai tanggal 7 mei sampai dengan 12 mei 2023. Daftar Pemilih Tetap (DPT) DPT adalah DPSHP Akhir yang telah diperbaiki oleh PPS, direkapitulasi oleh PPK, dan ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota. Disebut proses akhir karena telah dilalui beberapa tahapan mulai dari proses pencocokan dan penelitian data pemilih melibatkan pantarlih, penyusunan DPS, perbaikan DPS, penyusunan DPSHP. DPT tidak hanya menguraikan daftar pemilih dengan elemen data lengkap tetapi juga mengetahui jumlah TPS dengan ketentuan satu TPS paling banyak 300 pemilih. DPT memiliki makna yang paling mendasar dalam proses pemilu di Indonesia yaitu: pertama, memberikan kepastian bahwa warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih telah terdaftar dalam daftar pemilih; kedua, sebagai sumber data dalam melayani pemilih pindah memilih di TPS lain; ketiga sebagai sumber data dalam mengelola kebutuhan logistik pemilu seperti perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS: kotak suara, bilik suara, surat suara, tinta, alat coblos, segel dan TPS; dan keempat, sebagai sumber data dalam merancang kebutuhan penyelenggara di TPS, pengamanan TPS serta kebutuhan saksi oleh peserta pemilu. Selengkapnya dapat diunduh DI SINI Catatan: Sebelumnya naskah yang sama sudah dipublish di Opini Pos Kupang Edisi Senin, 22 Mei 2023: Pemilih Pemilu Serentak 2024, https://kupang.tribunnews.com/2023/05/22/opini-thomas-dohu-pemilih-pemilu-serentak-2024.